Sejarah Bantal Guling: Kisah Dutch Wife yang Lahir dari Rahim Penjajahan Belanda
SEAToday.com, Jakarta - Dunia pariwisata Indonesia tak pernah kehabisan ide untuk mengorbitkan budaya Nusantara. Gebrakannya ada banyak. Indonesia bisa mengangkat popularitas jamu tradisional. Indonesia bisa pula menjagokan tren pengobatan tradisional lainnya.
Dulu kala, pariwisata Indonesia ketika masih bernama Hindia Belanda tak kalah banyak. Penjajah Belanda tak pusing-pusing menjual atraksi wisata. Mereka menjual pengalaman tidur siang. Mereka juga menjual budaya makan rijsttafel (budaya makan mewah). Istimewanya lagi mereka mempromosikan pengalaman gunakan bantal guling atau dutch wife (bini Belanda). Bagaimana bisa?
Kongsi dagang Belanda, VOC punya masalah besar di era awal penjajahan di Nusantara. Ketersediaan wanita Eropa begitu terbatas. Jarak yang jauh antara Belanda dan Nusantara jadi muaranya. Kondisi itu membuat wanita Eropa tak mau menggadaikan kenyamanannya di Belanda dengan ke Nusnatara.
Belum lagi banyak wanita Eropa menganggap hidup di Nusantara masih primitif. Jauh dari kenyamanan dan kekayaan. Serangkaian pandangan itu bawa masalah baru. Pejabat Kompeni dilarang kelas menikah dengan wanita lokal. Moral pejabat Kompeni jadi turun ke level terendah gara-gara berahi tak tersalurkan.
Mereka mengamini perzinahan. Mereka plesiran ke rumah pelacuran. Mereka juga mengangkat seorang budak jadi gundik. Aksi itu membuat angka aborsi di kalangan pejabat Kompeni meninggi. Padahal, orang Belanda di kampung halamannya dikenal religius.
Jan Pieterszoon Coen sudah jauh-jauh hari meneropong fenomena kekurangan wanita Eropa. Gubernur Jenderal VOC era 1618-1623 dan 1627-1629 itu pernah meminta dengan tegas kepada petingginya Heeren Zeventien (Dewan 17) untuk datangkan wanita Eropa baik-baik saja. Namun, tak kesampaian.
“Karena persediaan wanita Eropa terbatas, maka para pegawai Kompeni dan para penduduk laki-laki Eropa Kota Batavia harus mencari pasangan dari wanita-wanita lokal. Namun, lagi-lagi hukum Kompeni ikut campur tangan dengan tujuan untuk menjamin stabilitas koloni,” ujar Sejarawan Jean Gelman Taylor dalam buku Kehidupan Sosial di Batavia (2009).
Bini Belanda
Kekurangan Wanita jadi alasan utama banyak orang Belanda hidup berdampingan kaum bumiputra dan orang China. Kondisi itu nyatanya membentuk suatu kebudayaan campuran baru: kebudayaan indis. Corak kebudayaan itu hadir di mana-mana, dari arsitektur hingga perlengkapan tidur.
Bantal guling jadi salah satu di antaranya. Kehadiran bantal guling sukar ditemukan di masa Jawa Kuno atau masa kerajaan Islam. Oleh sebab itu, bantal guling identik dengan kebudayaan indis. Alias, produk budaya yang hadir selama masa penjajahan Belanda.
Sastrawan kenamaan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer pernah menuangkan pikirannya terkait bantal guling. Ia menganggap bantal guling adalah hasil budaya dari praktek pergundikan (pernyaian). Tanpa praktek itu sukar bantal guling bisa hadir.
“Penyaian tak lain dari produk sosial ekonomi masanya sendiri. Masa penyaian/pergundikan ini meninggalkan pada kita kekayaan peradaban baru, yaitu guling atau bantal panjang. orang Inggris mengejeknya dengan nama dutch wife, bini Belanda,” ujar Pram dalam buku Sang Pemula dan karya-karya non-fiksi (1984).
Pram juga menuangkan pandangan terkait guling dalam sebuah dialog dari novel Tetralogi Pulau Buru, Jejak Langkah (1985). Ia mencoba menghadirkan topik batal guling lewat perbincangan ringan antara Wilam kepada rekam mahasiswa di Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputra (STOVIA). Salah satunya Minke.
Wilam bercerita alasan asrama STOVIA tak dibiarkan ada guling. Pram lewat tokoh Wilam menceritikan bahwa guling adalah produk yang lahir di Nusantara. Alias guling takkan ditemukan di mana-mana. Guling bermula karena orang Belanda sulit membawa istri atau pasangannya ke Nusantara.
Mereka akhirnya membuat pengganti istrinya dengan buat guling. Sebuah bantal yang diisi kapas. Bantal yang berbentuk lonjong itu digunakan dengan cara menekuknya dengan kaki. Kehadiran guling memberikan rasa nyaman bagi penggunanya. Alasan yang membuat penggunanya tidur lelap.
“Tapi orang Belanda terkenal sangat pelit. Mereka ingin pulang ke negerinya sebagai orang berada. Maka banyak juga yang tak mau menggundik. Sebagai pengganti gundik mereka membikin guling –gundik yang tak dapat kentut itu,” ujar Pram meminjam mulut tokoh Wilam.
Belakangan Guling dijuluki sebagai dutch wife (bini Belanda). Konon istilah itu diberikan langsung oleh Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda era 1811-1816, Thomas Stamford Raffles. Mulanya untuk mengejek kebiasaan orang Belanda. Namun, orang Inggris sendiri justru kepincut guling.
Guling Kian Kesohor
Bantal guling atau dutch wife mulai terkenal di seantero negeri. Barang siapa yang datang ke Nusantara, niscaya akan kepincut dengan bantal guling. Mulanya mereka merasa heran. Ada juga yang menganggap guling bak mayat kecil.
Semuanya berubah kala mereka berlama-lama tinggal di Nusantara. Mereka akan terbiasa menggunakan guling. Pengalaman itu jadi bekal sempurna mereka ketika pulang ke negerinya masing-masing.
Pengalaman menggunakan guling banyak diceritakan dari mulut ke mulut. Ada pula yang menuliskan langsung pengalaman menggunakan guling dalam catatan perjalanan masing-masing. Catatan perjalanan itu membuat orang semakin penasaran dengan gundik tak kentut ala orang Belanda.
“Wiliam Basil Worsfold, penulis dari Inggris yang berkunjung ke Jawa pada 1892 menilai hotel di Jawa sudah baik. Di depan kamar masing-masing terdapat beranda. Tempat tidur dilengkapi kelambu menghindari gigitan nyamuk pada malam hari. Di atas tempat tidur ada bantal dan guling yang disebut dutch wife,” tegas Sejarawan Achmad Sunjayadi dalam buku Pariwisata di Hindia Belanda 1891-1942 (2019).
Kehadiran bantal guling dapat diterima oleh sebagai besar orang yang mendiami Nusantara. Tiada penolakan untuk guling. Bini Belanda membawa kebanggaan bagi sebagian besar kaum bumiputra. Buktinya bantal guling tak bisa lepas dari gaya hidup orang Indonesia.
Orang Indonesia pun bak tiada yang tak memiliki bini Belanda di rumahnya. Bantal guling itu mudah didapatkan. Harganya pun murah. Siapa saja dapat mengaksesnya dari golongan biasa saja hingga kaya dan sangat kaya.
Recommended Article
Lifestyle Update
Do You Know How Cat Meows in Southeast Asia? Check This Out!
It's not just humans who have diverse languages around the world, it turns out animal sounds also differ in various parts of the world!
Indonesia Welcomes Back 828 Artifacts from the Netherlands
The Ministry of Culture (Kemenbud) officially received 828 repatriated Indonesian artifacts from the Ambassador of the Kingdom of the Netherlands to the Republic of Indonesia, H.E. Marc Gerritsen, during a ceremony at th...
Five Places to Hunt for Authentic Indonesian Souvenirs
Check out these recommended places to hunt for authentic souvenirs in Indonesia, as quoted from the Ministry of Tourism and Creative Economy website!
The National Museum Exhibits 200 Keris Collections, Celebrating 1...
The event is part of the 19th anniversary of the designation of the Indonesian Keris as a World Cultural Masterpiece by UNESCO, which was announced on November 25, 2005 and then inscribed in UNESCO's Representative List...
Trending Topic
Popular Post
NewJeans Will Debut at Billboard Music Awards 2023
South Korean girl group NewJeans will perform at the 2023 Billboard Music Awards on November 19.
Golden Disc Awards 2024 Will be Held in Jakarta, Here are The Tic...
The 2024 Golden Disc Awards (GDA) will be held at the Jakarta International Stadium (JIS) on January 6.
PARAMABIRA, BINUS University Choir Wins International Competition...
PARAMABIRA secured victory setting the record for the highest score ever recorded in the Sing'N'Pray Kobe competition.
NewJeans Wins Top Global K-pop Artist Award at 2023 Billboard Mus...
NewJeans also won the new Top Global K-pop Artist Award. They won over Stray Kids, TOMORROW X TOGETHER, TWICE, and Jimin of BTS.
NCT 127 Concert Tickets "NEO CITY: JAKARTA - THE UNITY" On Sale S...
K-Pop boy group NCT 127 will hold a concert titled NCT 127 3RD TOUR "NEO CITY: JAKARTA - THE UNITY", which will be held at Indonesia.
Wonderful Indonesia
Plataran Komodo Indonesia Named 'Best for Romance' at 2025 Condé...
Plataran Komodo is the only resort in Indonesia to win the award, beating out countries with the best hospitality industries in the world, such as the Maldives, Thailand, Australia, and Japan.
Top 10 Beaches You Can’t Miss in 2024, Indonesia’s Pink Beach Inc...
Indonesia's Pink Beach, also known as Tangsi Beach, has secured the seventh spot on this list. Its striking pink sand makes it a visually stunning destination and a popular spot for photography.
Nusantara Becomes Tourist Hotspot, Attracting 5,000 Daily Visitor...
The Nusantara Capital Authority (OIKN) has reported that the Nusantara Capital City in East Kalimantan is currently attracting up to 5,000 visitors daily.
National Museum Offers IDR 1,000 Admission on November 10 for Her...
To celebrate the National Heroes Day on Sunday (11/10), the Indonesian Heritage Agency (IHA) is offering free admission for Indonesian veterans and a promo price of IDR 1,000 to visit the National Museum of Indonesia.