Sejarah Baju Adat Ujung Serong: Dulunya Baju Demang Antek Belanda ke Pakaian Adat Betawi
SEAToday.com, Jakarta - Pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemimpin Indonesia baru penuh cerita. Baju yang dikenakan Gibran yang notabene Wakil Presiden menarik perhatian banyak orang. Gibran tampak gagah dalam balutan baju adat Betawi: ujung serong.
Gibran bak memberikan penegasan bahwa ia akan memimpin Indonesia dari Jakarta selama lima tahun ke depan. Dulu kala baju ujung serong dikenal sebagai baju demang. Bedanya penggunaan baju ujung serong bukan digunakan pemimpin bangsa, tapi oleh demang – antek-antek penjajah Belanda. Begini ceritanya.
Dulu kala penjajah Belanda pernah menempatkan kaum bumiputra dalam posisi hina. Kaum bumiputra ditempatkan dalam posisi warga negara kelas tiga – disamakan dengan binatang. Orang Eropa sendiri menempatkan dirinya pada posisi kelas satu disusul orang China dan Arab sebagai kelas dua.
Hidup sebagai kaum bumiputra jadi berat bukan main. Mereka merasakan pilunya rasisme. Kehidupan mereka diremehkan. Kondisi itu buat kaum bumiputra berlomba-lomba ingin naik kelas. Paling tidak bisa terlihat seperti orang Eropa.
Mereka memilih mengadopsi pakaian ala barat. Ajian itu dianggap dapat menaikkan status sosial mereka. Antek-antek Belanda – bupati, kepala desa, hingga demang tak ketinggalan mencobanya. Mereka ogah terlihat sebagai bumiputra biasa.
Balutan pakaian yang berbeda membuat orang yang melihat dapat membedakan mana rakyat biasa dan mana antek Belanda. Beberapa di antara mereka sampai menciptakan pakaian khusus supaya punya ciri khas tersendiri di dalam masyarakat. Biasanya gabungan pakaian Eropa dan unsur lokal.
“Dengan demikian, kostum dipandang sebagai salah satu sarana untuk membedakan diri dengan pelayan. Orang-orang Indo pemakai pakaian Barat pada masa lalu seolah mengatakan: saya terlihat seperti orang Jawa, tapi saya menuntut penghormatan, hak-hak, dan keistimewaan seperti orang Belanda asli” ujar sejarawan, Jean Gelman Taylor dalam buku Outward Apperances (2005).
Demang di Batavia
Eksistensi pakaian Eropa mulai ramai diadopsi secara terbatas oleh kaum bumiputra, khususnya orang yang punya jabatan demang. Jabatan itu telah ada dalam struktur pemerintahan di Nusantara sudah lama. Ada sejak masa klasik Jawa.
Demang bekerja sebagai pembantu seorang raja. Ia bertugas jadi penyambung lidah raja kepada rakyat dan demikian sebaliknya. Namun, pada masa penjajahan Belanda. Posisi demang kian berubah jauh. Demang yang dulunya jadi bagian penting dari rakyat justru bak jadi musuh rakyat.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda, khususnya di Batavia menjadikan demang bak kaki tangan mereka bersentuhan dengan kaum bumiputra. Namun, bukan lagi sebagai penyambung lidah rakyat, tapi penjajah.
Mereka ditugaskan untuk menarik pajak kaum tani yang notabene bekerja di tanah milik tuan tanah Eropa. Demang biasanya menagih dengan centeng-centengnya. Barang siapa yang rajin membayar posisinya akan aman, mereka yang tak rajin nasibnya akan apes.
“Demang bertugas memungut pajak dan pungutan. Demang yang berhasil memungut pajak dan pungutan melampaui pagu (target) mendapatkan persenan. Tidak heran kalau banyak demang yang kaya. Godaan ini membuat oknum demang melakukan korupsi. Tapi ada juga demang yang bermental pejuang nasionalis,” ujar budawan Betawi, Ridwan Saidi dalam buku Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya (2001).
Demang bisa melakukan kekerasan karena ketidakmampuan kaum tani membawa pajak. Mereka menyita rumah hingga teknaknya. Hal yang paling parah megambil hasil panennya. Kondisi itu membuat kebencian kepada demang terus dipupuk.
Demang disebut-sebut sebagai penghisap darah orang Betawi. Demang hanya tahu setia kepada penjajah, bukan bangsanya. jika majikannya merasa demang bekerja baik akan terus dipekerjakan. Jika tidak, mereka akan diganti dengan demang dapat menjanjikan kesetiaan.
Baju Demang
Imej demang yang memeras terekam dalam ingatan kolektif orang Betawi. Namun, ingatan itu tak melulu urusan aksi demang yang bikin gedek. Baju yang digunakan demang utamanya demang Meester Cornelis (sekarang: Jatinegara) populer.
Baju itu dianggap menunjukkan sebuah kebanggaan – status sosial tinggi. Baju demang lengkapnya terdiri dari baju putih, jas tertutup berwarga gelap, batik geometris, celana pentalon, dan tambahan lainnya.
Antopolog dari Universitas Negeri Makassar, Dimas Ario Sumilih mengungkap kehadiran baju demang pun diyakini dapat meningkatkan karisma. Orang-orang pun berlomba untuk dapat mencicipi posisi demang karena itu satu-satu akses –kala itu—menembus status sosial.
“Muncullah pakaian Demang sebagai busana yang dianggap berkelas bagi rakyat jelata (yang tidak memiliki hubungan kerabat dengan kaum bangsawan). Dugaan saya berdasar pemahaman ini, maka pada masa itu ketika mobilitas sosial tertutup, antara bangsawan dan nonbangsawan, busana ini menjadi celah mobilitas sosial bagi rakyat jelata untuk meningkatkan status dan juga peran sosialnya,” ujar Dimas saat dihubung SEAToday, 27 Oktober 2024.
Puncaknya, baju demang pun perlahan-lahan didorong jadi pakaian adat Betawi. Momentum itu muncul pada pemilihan Abang None pada 1968 dan eksis hingga kini.
Nama baju demang pun mulai dikenal sebagai baju adat ujung serong. Penggunaan baju demang pun tak luput dari pro kontra. Baju demang membuat orang Betawi terbagi dalam dua kubu.
Kubu yang mendukung baju demang jadi pakaian adat Betawi. Mereka menganggap baju demang produk budaya yang berkembang di Jakarta. Kubu yang menolak mendasarkan pada demang tak ubahnya seorang bajingan. Kondisi itu membuat mereka tak sudi baju demang jadi pakaian kebesaran orang Betawi.
Perdebatan baju demang memang hingga hari ini bergulir. Namun, orang-orang pun akan mengakui bahwa baju demang jadi salah satu pakaian adat Betawi yang punya nilai prestise. Pakaian itu selalu cocok digunakan untuk ragam hajatan – resmi maupun semi formal.
“Satu di antara properti itu yang paling nampak dan mudah dikenali melekat pada busana yang dikenakannya. Karena pula bernilai prestise, maka pola busana ini akhirnya dapat diadopsi dan diadaptasi oleh masyarakat setempat. Sekaligus memosisikan bahwa demikian pentingnya Batavia, dengan kelas ‘demang’-nya. Kelas yang berperan strategis,” tambah Dimas.
Akhirnya pro dan kontra boleh saja terjadi. Namun, pakaian adat Betawi itu dianggap punya kelasnya sendiri. Buktinya pakaian itu terus populer hingga kini.
Tokoh-tokoh nasional terus menggunakan baju demang dalam hajatan resmi pemerintahan. Mantan Presiden era 2014-2024, Joko Widodo (Jokowi) dan anaknya yang kini Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ikut mengenakannya. Sesuatu yang kemudian dianggap sebagai penerimaan terkait baju demang dalam masyarakat Betawi.
Artikel Rekomendasi
Lifestyle
Pilkada Jakarta 2024, Ancol Berikan Potongan Harga Masuk Rekreasi
Dalam memeriahkan Pilkada Jakarta 2024, Ancol Taman Impian memberikan potongan harga sebesar 40 persen untuk tiket di unit rekreasi.
Putri Ariani Rilis Album Perdana Evolve di Amerika
Penyanyi Putri Ariani resmi merilis album perdananya bertajuk “Evolve”pada Jumat (22/11/2024).
Cepat Habis, Ini Tips Dapat Tiket Kereta Api untuk Libur Nataru
Simak tips yang bisa dilakukan agar bisa mendapat tiket kereta api saat musim libur Nataru.
Deretan Film Indonesia Terbaru Mulai Tayang hingga Akhir November...
Berikut deretan film Indonesia terbaru mulai tayang hingga Akhir November 2024.
Berita Terpopuler
Kusni Kasdut dan Robin Hood: Kisah Kelam Pejuang Kemerdekaan Jadi...
Indonesia juga mengenal orang baik jadi jahat. Kusni Kasdut, namanya. Kusni Kasdut awalnya pejuang kemerdekaan yang berubah jadi penjahat yang paling dicari.
Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah
Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah
Sejarah Blok M: Perjalanan Panjang Hadirkan Pusat Nongkrong Anak...
popularitas Blok M sebagai tempat nongkrong anak muda lintas generasi tak dibangun dalam waktu singkat. Ada jejak penjajah Belanda dan Ali Sadikin di dalamnya.
Penyanyi Era 70-an Dina Mariana Meninggal Dunia
Penyanyi era 70-an Dina Mariana meninggal dunia pada Minggu, 3 November 2024. Dina mengembuskan napas terakhir di usia 59 tahun.
Kisah Hidup Pesulap Pak Tarno: Pernah Sukses, Kini Stroke dan Jad...
Kisah hidup pesulap Pak Tarno yang menyedihkan, kini stroke dan jualan mainan anak.