Pemuda Betawi Lawan penjajah Lewat Musik: Ismail Marzuki
SEAToday.com, Jakarta- Pejuang kemerdekaan dari tanah Betawi tak sedikit. Sosok panutan Kota Jakarta kerap hadir dalam segala bidang. Ada pejuang kemerdekaan yang kooperatif dan non kooperatif. Ada pula yang angkat senjata dan ada pula mengalunkan semangat revolusi kemerdekaan dengan musik.
Pemerintah DKI Jakarta sampai banyak mengabadikan putra daerahnya jadi monumen hingga nama tempat. Ambil contoh Ismail Marzuki. Komponis itu diabadikan sebagai rendezvous (tempat berkumpul) seniman Jakarta: Taman Ismail Marzuki (TIM). Begini jasanya.
Tiada yang salah jika orang-orang menganggap senjata dan pena sebagai alat perjuangan yang ampuh. Senjata digambarkan sebagai alat pejuangan memukul mundur kaum penjajah. Pena pun demikian. Pena digambarkan seraya alat yang membakar semangat perjuangan ‘lantunan’ tulisan.
Alat-alat perjuangan itu membawa dampak yang signifikan untuk melepas belenggu penjajahan Belanda, lalu Jepang. Perjuangan pun tak melulu lewat senjata dan pena. Ada pula pejuang kemerdekaan yang justru menggunakan medium musik dalam berjuang.
Pejuang itu dikenal sebagai Ismail Marzuki. Ismail mencoba menerobos batasan. Ismail dapat membakar semangat kaum bumiputra dengan lagu-lagu gubahannya. Ia lihai dalam menyelipkan pesan nasionalisme dan kemerdekaan, seraya pelumas perjuangan.
“Ismail memiliki perhatian yang amat luas terhadap perbagai hal. Yang pertama tentu pada kehidupan, berikutnya terhadap alam, dan yang kental menjadi ciri khasnya adalah cinta Tanah Air, dan upaya untuk mencapai negara merdeka, dan mempertahankan kemerdekaan,” kata Ninok leksono dalam buku Seabad Ismail Marzuki: Senandung Melintas Zaman (2014).
Bakat Musik Maing
Ismail Marzuki jadi salah satu anak Betawi yang beruntung hidup di era penjajahan Belanda. Anak Betawi kelahiran Kwitang, 11 Mei 1914 itu memiliki orang tua yang hidup berada. Ayahnya yang bernama Marzuki mampu menyediakan segala macam kebutuhan Ismail kecil.
Anaknya jadi tak pernah kekurangan hiburan. Ayahnya kerap mengakomodasi kebutuhan Ismail. Kebutuhan dalam mengakses hiburan lewat mesin ngomong pun termasuk di dalamnya. Istilah mesin ngomong itu sesuai ungkapan orang Betawi dalam menyebut mesin pemutar musik, gramofon.
Saban hari ayah Ismail membeli pelat (piringan hitam) dari ragam genre musik. Pria yang biasa disapa Maing pun senang bukan main. Ia menikmati setiap musik yang didengarnya. Ia suka musik samba, ia suka pula musik barat. Ia merasa momen mendengarkan musik adalah waktu terbaiknya dalam kehidupan.
Kesukaan Maing akan dunia musik mulai meningkat. Ia mulai mengeksplorasi bakatnya dalam bermain alat musik – gitar hingga mandolin.
“Boleh dibilang, dari koleksi pelat ayahnya itulah Ismail pertama kali bersentuhan dengan musik. Ismail kecil, yang akrab dipanggil Maing di lingkungan Kampung Kwitang, bisa duduk berjam-jam di depan gramofon menyimak lagu-lagu koleksi sang ayah,” ujar Ratnaning Asih dan kawan-kawan dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Seorang Maestro dengan Paru-Paru Basah, 12 Mei 2014.
Kesukaan Maing dalam bermusik kian bertumbuh. Momentum paling menentukan adalah kesempatan Maing mengakses pendidikan. Maing tercatat pernah bersekolah di sekolah setingkat SMP, Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
Kesempatannya belajar dimaksimalkan. Ia tak mau menyia-nyiakan ilmu yang didapat. Ismail pun dapat memetik manfaatnya. Ia tak saja pandai berbahasa Belanda dan Inggris, tapi sekolah membuka kesempatannya mengenal musik.
Ismail pun berkesempatan mengembangkan bakat musiknya. Apalagi, ayah Ismail selalu mendukung bakat anaknya dengan membelikan berbagai macam alat musik. Kondisi itu membuat kamar Ismail seraya studio musik. Alat musik berserakan di mana-mana.
Koleksi itu jadi sandaran Ismail menggoreskan mimpi jadi seorang musisi terkenal. Impian Ismail dianggap muluk-muluk oleh sebagian besar orang. Semua itu karena penjajahan tak memberikan ruang orang Betawi ataupun bumiputra lainnya untuk bermimpi. Namun, tidak bagi Ismail.
Ismail membuktikan bahwa ia bisa meraih mimpi. Kehidupan lalu menjodohkannya dengan grup musik keroncong, Lief Java. Ismail yang kala itu berusia 23 tahun bertindak sebagai penyanyi, pemain musik, dan pencipta lagu. Belakangan ia justru dikenal sebagai penyanyi, ketimbang pemusik.
Penggemarnya mulai hadir. Suara dan pemainan musiknya sering nongol di radio dan panggung besar macam klub orang Belanda, Societeit. Satu-satunya pantangan Ismail adalah main di hajatan nikahan. Ia menganggap main dinikahan sama dengan menurunkan pamor seorang musisi.
Berjuang Lewat Musik
Hidup Ismail di masa penjajahan Belanda lurus-lurus saja. Mata batinnya mulai terbuka saat penjajah Belanda berganti ke penjajah Jepang. Ia mulai peka melihat penjajahan justru menyulitkan hidup kaum bumiputra, utamanya orang Betawi.
Kepekaan itu berpengaruh kepada daya ciptanya menciptakan lagu-lagu. Guratan nada-nada perjuangan mulai menghiasi daya ciptanya menuliskan lagu. Kondisi itu tertuang dalam lagu Bisikan Tanah Air. Ia kadang nekat gunakan corong radio Jepang untuk menyiarkan lagunya.
Militer Jepang pun mulai menganggap ismail sebagai pengganggu. Resiko perjuang kemerdekaan memang begitu. Ismail bahkan pernah merasakan tegangnya diinterogasi dan ditahan militer Jepang. Nyalinya tak ciut. Ismail justru terus menajamkan semangat berjuang lewat musik.
Lagu-lagu seperti Gagah Perwira, Gugur Bunga, Rayuan Pulau Kelapa pun lahir. Lagu-lagunya jadi pengantar rakyat Indonesia berjuang. Ia pun merasakan suka cita saat perjuangannya dan pejuang lainnya melihat Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan itu disambut dengan suka cita, tapi Belanda lagi-lagi membawa masalah. Mereka kembali datang ke Indonesia karena mengetahui penjajah Jepang sudah menyerah dalam perang. Belanda lewat bendera pemerintahan sipil, NICA mulai mengepung kota-kota besar di Indonesia.
Belanda berlagak amnesia. Mereka masih menganggap Indonesia wilayah jajahannya. Belanda lalu mengajak pejuang kemerdekaan untuk bekerja sama. Maing pun geram bukan main. ia menolak mentah-mentah keinginan Belanda. Ia lebih memilih hidup susah, dibanding bantu penjajah.
“Ismail tak sudi bekerja pada NICA. Kuartet Empat Sekawan dibubarkan dan Ismail membuka kursus bahasa Inggris di rumahnya. Istrinya Eulis Zuraidah, dengan setia membantu mencari nafkah. Ia berjualan gado-gado, mi goreng, dan asinan,” tegas Ahmad Naroth dalam buku Ketoprak Betawi (2000).
Semangat penolakan itu membuat orang Betawi salut dengan perjuangan Ismail. Lagu-lagunya seraya anthem Perang Revolusi (1945-1949). Lagu itu terus mengalun di telinga pejuang kemerdekaan hingga Indonesia benar-benar berdaulat pada akhir 1949.
Ismail tetap teguh di jalur musik. Ia terus memainkan kreativitasnya untuk membuat lagu. Lagu-lagu yang digubahnya pun tak lagi urusan nasionalisme belaka. Ia juga meciptakan banyak lagu. Lagu sindiran hingga percintaan. Total ia tercatat dapat menciptakan lebih dari 200 lagu.
Semangatnya berjuang lewat lagu tak pernah dilupakan, walau ia telah tiada. Pemerintah DKI Jakarta bahkan menggunakan namanya jadi penanda rumah baru seniman Jakarta pada 10 November 1968. tempat itu lazim dikenal sebagai TIM. Beberapa tahun setelahnya, Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Recommended Article
Lifestyle Update
Five Places to Hunt for Authentic Indonesian Souvenirs
Check out these recommended places to hunt for authentic souvenirs in Indonesia, as quoted from the Ministry of Tourism and Creative Economy website!
The National Museum Exhibits 200 Keris Collections, Celebrating 1...
The event is part of the 19th anniversary of the designation of the Indonesian Keris as a World Cultural Masterpiece by UNESCO, which was announced on November 25, 2005 and then inscribed in UNESCO's Representative List...
Culture Ministry Supports Initiative to Open 17 New Cinemas for...
Minister of Culture Fadli Zon has supported for the launch of 51 new cinemas under the name Sam's Studio, set to begin operations on December 5.
Plataran Komodo Indonesia Named 'Best for Romance' at 2025 Condé...
Plataran Komodo is the only resort in Indonesia to win the award, beating out countries with the best hospitality industries in the world, such as the Maldives, Thailand, Australia, and Japan.
Trending Topic
Popular Post
NewJeans Will Debut at Billboard Music Awards 2023
South Korean girl group NewJeans will perform at the 2023 Billboard Music Awards on November 19.
Golden Disc Awards 2024 Will be Held in Jakarta, Here are The Tic...
The 2024 Golden Disc Awards (GDA) will be held at the Jakarta International Stadium (JIS) on January 6.
PARAMABIRA, BINUS University Choir Wins International Competition...
PARAMABIRA secured victory setting the record for the highest score ever recorded in the Sing'N'Pray Kobe competition.
NewJeans Wins Top Global K-pop Artist Award at 2023 Billboard Mus...
NewJeans also won the new Top Global K-pop Artist Award. They won over Stray Kids, TOMORROW X TOGETHER, TWICE, and Jimin of BTS.
NCT 127 Concert Tickets "NEO CITY: JAKARTA - THE UNITY" On Sale S...
K-Pop boy group NCT 127 will hold a concert titled NCT 127 3RD TOUR "NEO CITY: JAKARTA - THE UNITY", which will be held at Indonesia.
Wonderful Indonesia
Plataran Komodo Indonesia Named 'Best for Romance' at 2025 Condé...
Plataran Komodo is the only resort in Indonesia to win the award, beating out countries with the best hospitality industries in the world, such as the Maldives, Thailand, Australia, and Japan.
Top 10 Beaches You Can’t Miss in 2024, Indonesia’s Pink Beach Inc...
Indonesia's Pink Beach, also known as Tangsi Beach, has secured the seventh spot on this list. Its striking pink sand makes it a visually stunning destination and a popular spot for photography.
Nusantara Becomes Tourist Hotspot, Attracting 5,000 Daily Visitor...
The Nusantara Capital Authority (OIKN) has reported that the Nusantara Capital City in East Kalimantan is currently attracting up to 5,000 visitors daily.
National Museum Offers IDR 1,000 Admission on November 10 for Her...
To celebrate the National Heroes Day on Sunday (11/10), the Indonesian Heritage Agency (IHA) is offering free admission for Indonesian veterans and a promo price of IDR 1,000 to visit the National Museum of Indonesia.