• Monday, 23 December 2024

Kasus Sum Kuning dan Pencarian Keadilan Lewat Film Perawan Desa

Kasus Sum Kuning dan Pencarian Keadilan Lewat Film Perawan Desa
Poster Film Perawan Desa yang mengisahkan kembali kasus pemerkosaan Sum Kuning | Istimewa/ Safari Sinar Sakti Film

SEAToday.com, Jakarta-Bioskop di Indonesia sedang ramai memutarkan film Vina: Sebelum 7 Hari. Film bergenre horor rekaan Anggy Umbara itu diambil dari kisah nyata kasus pembunuhan Vina yang mangkrak selama delapan tahun. Orang-orang menyebut film itu sebagai bentuk ikhtiar mencari keadilan.

Jika dilirik dalam lintasan sejarah Indonesia, medium film untuk mencari keadilan bukan hal baru. Dahulu Indonesia pernah dikejutkan dengan kasus pemerkosaan penjual telur, Sum Kuning. Kisah itu dibuat film dan laris. Begini kisahnya.

Upaya membuka kembali lembaran lama tak mudah. Apalagi, berurusan dengan kasus Sum Kuning. Kisah ini pernah menghebohkan satu Indonesia pada 1970-an. Suatu kasus yang membuka borok penegakan hukum di Indonesia.

Peristiwa itu dimulai dengan kisah wanita asal Godean, Sumaridjem (Sum Kuning). Wanita 17 tahun itu berprofesi sebagai penjual telur keliling. Sum sudah terbiasa menjual telur kepada pelanggannya hingga Kota Yogyakarta.

Wilayah yang kerap dikunjunginya tersebar dari Bumijo hingga Tegal Mulyo. Jumlah telur yang dibawanya tak sedikit, 200 butir. Namun, nasib malang tak pernah ada dalam tanggal di kalender. Sum ketiban apes saat menjual telur hingga sore hari pada 21 September 1970.

Ia tak kebagian lagi menumpang bus ke arah Godean. Sum beranggapan jalan kaki jadi satu-satunya cara mencapai rumah. Keputusan itu kemudian disesalinya seumur hidup. Sum dicegat. Sebuah mobil berisi empat orang menghalangi langkah kakinya.

Sum disekap dan dibius. Kondisi tak sadar plus tanpa perlawanan itu membuat Sum diperkosa secara bergiliran. Uang hasil jualannya sebanyak Rp4.650 juga diambil. Bak habis manis sepah dibuang, begitu juga nasib Sum. Ia dibuang di pinggir jalan.

Sum dalam kondisi kesakitan dan sedikit sadar lalu menumpang becak menuju rumah pelanggannya di Bumijo. Sum dibawah ke rumah sakit. Peristiwa pemerkosaan pejual telur Sum menggemparkan seluruh Yogyakarta, lalu Indonesia.

Kriminalisasi Sum Kuning

Insan pers banyak bersimpati kepada Sum dan memintanya mengungkap pelaku. Kepolisian justru sebaliknya. Mereka malah ingin mengelabui publik dengan menyebut kejadian yang menimpa Sum hanya karangan belaka – bahasa sekarang hoax.

Sum yang baru keluar dari rumah sakit dibawa ke kantor polisi untuk diperiksa. Sum sempat dituduh simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Suatu siasat yang sering digunakan Orde Baru (orba) untuk memukul penggangu kuasa. Penahanan itu jelas buang-buang waktu.

Polisi sebenarnya tinggal menelusuri pelaku dan penjahat bisa ditahan. Namun, hal itu tak dilakukan. Kriminalisasi ke Sum kuning terus dilakukan seperti menyembunyikan sesuatu.

“Jika polisi di Yogya tidak mencoba mengelabui masyarakat dengan menuduh Sum Kuning memberikan laporan palsu, dan dari semula mengarahkan kegiatannya untuk membekuk tukang-tukang perkosa itu, maka kini mungkin persoalannya sudah jelas dan bangsat-bangsat tidak berperikemanusiaan itu telah dapat dibekuk,” ungkap tokoh pers nasional, Mochtar Lubis dalam buku Tajuk-Tajuk Mochtar Lubis di harian Indonesia Raya Volume 2 (1997).

Tuduhan yang diarahkan ke Sum terbukti tak benar. Sum bebas, tapi tidak dengan kasusnya. Kasus pemerkosaannya masih menggantung. Kondisi itu karena Kepolisian seraya sengaja memainkan banyak versi pemerkosa dalam kasus Sum Kuning.

Versi yang paling populer adalah pelaku kejahatan adalah anak penggede Kota Yogyakarta. Penegak hukum beda sendiri. mereka justru menuduh sekelompok mahasiswa sampai tukang bakso sebagai pelaku tindakan kriminal.

Film Sum Kuning

Kasus Sum Kuning mendapatkan perhatian dari banyak pihak. Mereka menyayangkan langkah kepolisian yang seakan-akan menyembunyikan pelaku kejahatan. Insan pers pun terus menaikkan berita Sum Kuning.

Ada yang membuat buku terkait Sum Kuning, ada juga yang mencoba mencari keadilan lewat film. Sosok itu adalah Franky Rorimpandey. Sutradara kenamaan Indonesia itu dan Safari Sinar Sakti Film tertarik membawa kisah Sum Kuning ke layar lebar.

Ia memilih sastrawan Putu Wijaya untuk menyusun skenario. Walau urusan judul film masih belum menemukan kata sepakat. Film itu diharapkan dapat menjangkau banyak orang. Daya jangkau itu diharapkan dapat membuat kasus Sum Kuning yang telah redup jadi terang kembali.

Kontroversi pun mengikuti proses pembuatan film. Sum sendiri sempat melayangkan protes karena akan membuka luka lama. Namun, Sum memilih menarik protesnya dan memberi restu film tayang.

“Konon film itu dianggapnya hanya akan menguntungkan segelintir orang betapa pun dikerjakan dengan alasan kemanusiaan. Akibat keberatan berbagai pihak, Badan Sensor Film kemudian menahannya selama dua tahun hingga Perawan Desa (semula berjudul Balada Sumirab) gagal mengikuti Festival Film Indonesia 1979 di Palembang,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Sebuah Film, Seorang korban, 4 Oktober 1980.

Pihak pemerintah tak jauh beda. Kehadiran film Sum Kuning dirasa akan mengganggu stabilitas nasional. Film yang lalu dikenal berjudul Perawan Desa diperankan oleh selebritis kenamaan seperti Yati Surachman dan Hendra Cipta. Film itu sebenarnya sudah siap tayang pada 1978 atau 1979.

Masalahnya ada di Lembaga Sensor Film. Tukang sensor film nasional itu baru meloloskan pada 1980. Itupun karena sudah melalui 16 kali proses sensor dan produser mau mengubah adegan film. Perawan Desa baru tayang perdana pada 21 September 1980.

Suatu tanggal yang menjadi awal petaka bagi Sum Kuning. Rasa penasaran penonton Indonesia meninggi. Bioskop pun ramai dengan pemutaran film Perawan Desa. Namun, tidak dengan bioskop di Yogyakarta. Film itu bak terlarang di Kota Gudeg yang menjadi lokasi kejadian perkara Sum Kuning.

Penonton pun berbondong-bondong memuaskan rasa penasaran dengan cerita yang sering didengar lewat media massa. Kini kisah itu dilihat secara langsung dalam bentuk visual. Film Perawan Desa sukses besar. Perawan Desa mampu menggondol empat penghargaan tertinggi insan filman Tanah Air, Festival Film Indonesia (FFI) 1980.

“Untunglah sutradara Frank Rorompandey kemudian mengabadikan kasus Sumarijem yang tetap berujung sebagai misteri ini ke dalam layar lebar. Judulnya Perawan Desa. Film yang dibintangi Yati Surachman dan skenarionya digarap Putu Wijaya ini kemudian menyabet empat Piala Citra pada 1980 yakni untuk film, skenario, sutradara, dan editing terbaik,” ungkap Aris Santoso dan kawan-kawan dalam buku Hoegeng (2009).

Film dengan total anggaran Rp98 juta boleh laris-manis. Namun, pelaku dari pemerkosaan sampai sekarang belum terjawab. Perlahan-lahan gairah film Perawan Desa meluntur, sebagaimana sikap Sum Kuning yang tak mau lagi membahas peristiwa paling menyakitkan dalam hidupnya.

Share
Lifestyle Update
Indonesia Welcomes Back 828 Artifacts from the Netherlands

Indonesia Welcomes Back 828 Artifacts from the Netherlands

Five Places to Hunt for Authentic Indonesian Souvenirs

Check out these recommended places to hunt for authentic souvenirs in Indonesia, as quoted from the Ministry of Tourism and Creative Economy website!

The National Museum Exhibits 200 Keris Collections, Celebrating 1...

The event is part of the 19th anniversary of the designation of the Indonesian Keris as a World Cultural Masterpiece by UNESCO, which was announced on November 25, 2005 and then inscribed in UNESCO's Representative List...

Culture Ministry Supports Initiative to Open 17 New Cinemas for...

Minister of Culture Fadli Zon has supported for the launch of 51 new cinemas under the name Sam's Studio, set to begin operations on December 5.

Plataran Komodo Indonesia Named 'Best for Romance' at 2025 Condé...

Plataran Komodo is the only resort in Indonesia to win the award, beating out countries with the best hospitality industries in the world, such as the Maldives, Thailand, Australia, and Japan.

Trending Topic
Popular Post

NewJeans Will Debut at Billboard Music Awards 2023

South Korean girl group NewJeans will perform at the 2023 Billboard Music Awards on November 19.

Golden Disc Awards 2024 Will be Held in Jakarta, Here are The Tic...

The 2024 Golden Disc Awards (GDA) will be held at the Jakarta International Stadium (JIS) on January 6.

PARAMABIRA, BINUS University Choir Wins International Competition...

PARAMABIRA secured victory setting the record for the highest score ever recorded in the Sing'N'Pray Kobe competition.

NewJeans Wins Top Global K-pop Artist Award at 2023 Billboard Mus...

NewJeans also won the new Top Global K-pop Artist Award. They won over Stray Kids, TOMORROW X TOGETHER, TWICE, and Jimin of BTS.

NCT 127 Concert Tickets "NEO CITY: JAKARTA - THE UNITY" On Sale S...

K-Pop boy group NCT 127 will hold a concert titled NCT 127 3RD TOUR "NEO CITY: JAKARTA - THE UNITY", which will be held at Indonesia.

Wonderful Indonesia
Mount Rinjani to Implement Zero Waste Policy Starting April 2025

Mount Rinjani to Implement Zero Waste Policy Starting April 2025

Plataran Komodo Indonesia Named 'Best for Romance' at 2025 Condé...

Plataran Komodo is the only resort in Indonesia to win the award, beating out countries with the best hospitality industries in the world, such as the Maldives, Thailand, Australia, and Japan.

Top 10 Beaches You Can’t Miss in 2024, Indonesia’s Pink Beach Inc...

Indonesia's Pink Beach, also known as Tangsi Beach, has secured the seventh spot on this list. Its striking pink sand makes it a visually stunning destination and a popular spot for photography.

Nusantara Becomes Tourist Hotspot, Attracting 5,000 Daily Visitor...

The Nusantara Capital Authority (OIKN) has reported that the Nusantara Capital City in East Kalimantan is currently attracting up to 5,000 visitors daily.

National Museum Offers IDR 1,000 Admission on November 10 for Her...

To celebrate the National Heroes Day on Sunday (11/10), the Indonesian Heritage Agency (IHA) is offering free admission for Indonesian veterans and a promo price of IDR 1,000 to visit the National Museum of Indonesia.