Musikal Tunggulah Aku di Gunung Parang: Tampil Memukau di Galeri Indonesia Kaya

SEAToday.com, Jakarta - Untuk pertama kali dalam sejarah seni Sukabumi, pementasan teater musikal Tunggulah Aku di Gunung Parang (TADGP) produksi Ngajagi Kreasi Nusantara yang ditulis dan disutradarai oleh Den Aslam dipentaskan di Galeri Indonesia Kaya pada tanggal 15 Mei 2025.
Dalam ingatan kolektif masyarakat Sukabumi, legenda Gunung Parang dianggap sebagai cikal bakal terbukanya lahan yang kini menjadi wilayah Kota Sukabumi. Mengisahkan tentang kisah tragis hubungan romansa antara Nyi Pudak Arum dan Wangsa Suta.
Legenda ini berlatar pada abad ke-16 pasca runtuhnya Kerajaan Pajajaran. Wangsa Suta yang pulang dari berguru pada Resi Saradea mesti dihadapkan pada kenyataan bahwa kekasihnya Nyi Pudak Arum mesti dijatuhi hukuman karena dituduh penganut ilmu hitam oleh Demang Kartala serta para warga. Meski Wangsa Suta berhasil menyelamatkan Nyi Pudak Arum, tetapi Nyi Pudak Arum berhasil ditangkap kembali oleh pasukan Demang Kartala dan diasingkan ke sebuah tempat. Konon tempat pengasingan itu kini adalah Pulau Putri di Kepulauan Seribu.
Setelah mengalahkan pasukan Demang Kartala Wangsa Suta berjanji untuk menemui Nyi Pudak Arum di Gunung Parang, tetapi sayangnya ia tidak menemukan kekasihnya itu lantas ia merasa kecewa. Namun Resi Saradea menyampaikan suatu pesan agar ia mendirikan pemukiman di Gunung Parang agar suatu saat ia akan menemukan Nyi Pudak Arum di sana. Maka Wangsa Suta pun melaksanakan pesan itu dan menunggu Nyi Pudak Arum di sana. Kini wilayah Gunung Parang itu merupakan wilayah Kota Sukabumi.
Mempopulerkan Kembali Cerita Rakyat
Perlu disadari bahwa minimnya literasi budaya perlahan dapat menghilangkan warisan masa lalu. Maka perlu penyesuaian dengan memanfaatkan medium pertunjukan agar generasi muda dapat dengan mudah memperoleh pengetahuan tentang akar tradisinya. Menurut Den Aslam selaku penulis dan sutradara di Ngajagi Kreasi Nusantara: “Saya berkomitmen untuk mengalihwahanakan cerita rakyat dan biografi para tokoh-tokoh 1 penting dalam sejarah Indonesia ke dalam bentuk pertunjukan musikal agar generasi selanjutnya dapat mengenali identitas bangsanya sekaligus belajar dari kisah-kisah tersebut.”
Pertunjukan Teater Musikal Tunggulah Aku di Gunung Parang diperankan oleh para aktor berbakat, seperti: Ebho Ayey (Resi Saradea), Keyla Digail (Nyi Pudak Arum), Ica Deriza (Nyi Puntang Mayang), Ramli Nurhappi (Ki Jaro Loa Kutud), Nadia Putri (Nini Tumpay Ranggeuy Ringsang), Adit Gurnawijaya (Resi Saradea), Keysha Zalfa (Nyai Kartini), dan Bella Ginting (Louis ‘Arum’ de Wilde). Tarian digarap oleh Gaya Gita Studio arahan Raka Reynaldi, serta musik dan lagu digarap oleh Jamil Hasyani.
Didukung Kemenpora RI, Ngajagi Bertekad Berkiprah di Industri Seni Pertunjukan Nasional
“Suatu pencapaian untuk bisa pentas di Galeri Indonesia Kaya karena prosesnya begitu ketat. Alhamdulillah kami bisa melewati itu dan ini adalah momentum bagi tumbuhnya industri seni pertunjukan di Sukabumi agar dapat bersaing di lingkup nasional.” Ujar Rio Kamase selaku Produser dan Direktur Ngajagi Kreasi Nusantara.
Sebagai kota kecil, Sukabumi memiliki beragam talenta khususnya di dunia seni pertunjukan. Tetapi geliatnya tidak sampai masuk ke lingkup nasional. Hal itu akan menghambat pertumbuhan industri seni pertunjukan di Sukabumi. Kini Ngajagi Kreasi Nusantara dengan pertunjukan teater musikal Tunggulah Aku di Gunung Parang yang dipentaskan di Galeri Indonesia Kaya–sebagai platform kesenian terbesar di Indonesia–mudah-mudahan dapat menjadi pionir bagi tumbuhnya industri kreatif khususnya seni pertunjukan di Sukabumi. Pertunjukan musikal TADGP juga bekerjasama dengan Teaterindo dan Arsikarta Foundation selaku kolaborator, serta Kemenpora RI selaku pendukung utama pertunjukan tersebut. “Saya yakin dengan didukungnya Ngajagi oleh Kemenpora RI dapat memudahkan langkah kami berkiprah di lingkup nasional.” Ucap Rio Kamase.
Berhasil Tampil Memukau di Galeri Indonesia Kaya
Pertunjukan musikal Tunggulah Aku di Gunung Parang (TADGP) yang digelar pada 15 Mei 2025 di Galeri Indonesia Kaya berlangsung meriah. Dihadiri berbagai kalangan 2 seperti: politisi, seniman, budayawan, aktivis, juga beberapa selebritis. Selama kurang lebih satu jam pementasan penonton bertepuk tangan di sela-sela perpindahan adegan.
Pertunjukan yang diangkat melalui legenda Sukabumi ini dibuka dengan sinden yang melantunkan pupuh bernada Maskumambang, pembukaan itu mengajak penonton masuk ke dalam pertunjukan berlatar di masa pasca runtuhnya kerajaan Pajajaran pada abad ke-16. Selain musik tradisional, musikal TADGP juga menyajikan konsep musik kontemporer dengan lagu-lagu yang membuat penonton terngiang-ngiang dengan melodinya. Sebagai pertunjukan yang dikemas populer, kostum para pemainnya pun dibuat modern dengan tetap mendapat sentuhan etnik.
Sebagai pertunjukan musikal realis, TADGP berisi dialog-dialog yang puitis sehingga menjadi nilai tambah bagi estetika pertunjukan ini. “Sengaja saya menulis naskah TADGP ini dengan banyak metafora dan diksi yang puitis agar dialog yang semestinya panjang dapat dipersingkat tanpa kehilangan impresinya, mengingat keterbatasan durasi pertunjukan.” Ujar Den Aslam selaku penulis dan sutradara musikal TADGP.
Kehadiran sosok Nyai Kartini dan anaknya Louise ‘Arum’ de Wilde menambah rasa penasaran penonton. Berlatar waktu pada abad ke-19 Nyai Kartini bertindak sebagai pencerita yang memiliki hubungan dengan legenda Gunung Parang, ia memiliki konflik batinnya sendiri sebagai seorang gundik seorang tuan tanah bernama Andries de Wilde. Bagi Nyai Kartini, ia mesti menanamkan nilai-nilai pribumi pada anak berdarah campurannya itu sebagai perlawanan atas hegemoni bangsa Eropa pada saat itu. Maka Nyai Kartini senantiasa memanggil anaknya itu Arum karena terinspirasi dari sosok Nyi Pudak Arum sebagai representasi perempuan cantik dan tangguh. “Legenda Gunung Parang khususnya tokoh Nyi Pudak Arum bagi Nyai Kartini dianggap sebagai pembawa nilai dan moral tradisional sebagai masyarakat pribumi yang identitasnya perlahan didominasi tradisi bangsa Eropa pada saat itu. Bagi Nyai Kartini, sosok Arum adalah hegemoni tandingan.” Ujar Den Aslam.
“Setelah TADGP dipentaskan di Galeri Indonesia Kaya saya dan tim akan segera membuat perencanaan agar musikal TADGP dapat dipentaskan di tempat-tempat lain di Jakarta atau bahkan di kota-kota lain agar dapat menyentuh masyarakat yang lebih luas lagi, tunggu tanggal mainnya.” Tutur Rio Kamase selaku Produser dan Direktur Ngajagi Kreasi Nusantara.
Artikel Rekomendasi
Rasa Nusantara
5 Makanan Khas Lebaran dari Berbagai Daerah di Indonesia
Berikut makanan khas Lebaran dari berbagai daerah di Indonesia.
Rekomendasi Jajanan Kuliner Terbaik di Indonesia
Berikut rekomendasi jajanan kuliner terbaik Indonesia.
Soda Gembira Masuk Daftar 10 Besar Minuman Asia Tenggara versi Ta...
Dua minuman Indonesia berhasil masuk daftar 10 besar minuman Asia Tenggara (Top 68 Southeast Asian Beverages) versi TasteAtlas.
Fakta Unik Bika Ambon: Kue Khas Medan yang Namanya Bikin Bingung
Bika Ambon adalah salah satu kuliner khas Indonesia yang namanya sering membuat orang penasaran. Akhir-akhir ini, kue Bika Ambon ramai dibahas di media sosial dan menjadi trend yang bikin penasaran.
Trending Topik
Berita Terpopuler
Kusni Kasdut dan Robin Hood: Kisah Kelam Pejuang Kemerdekaan Jadi...
Indonesia juga mengenal orang baik jadi jahat. Kusni Kasdut, namanya. Kusni Kasdut awalnya pejuang kemerdekaan yang berubah jadi penjahat yang paling dicari.
Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah
Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah
Sejarah Blok M: Perjalanan Panjang Hadirkan Pusat Nongkrong Anak...
popularitas Blok M sebagai tempat nongkrong anak muda lintas generasi tak dibangun dalam waktu singkat. Ada jejak penjajah Belanda dan Ali Sadikin di dalamnya.
Penyanyi Era 70-an Dina Mariana Meninggal Dunia
Penyanyi era 70-an Dina Mariana meninggal dunia pada Minggu, 3 November 2024. Dina mengembuskan napas terakhir di usia 59 tahun.