LIFESTYLE
Menjelajahi Harmoni Budaya Suku Mentawai: Tradisi Tato Tertua, dan Berburu Ulat Sagu

SEAToday.com, Kepulauan Mentawai - Tradisi, seni dan budaya berpadu harmoni di tangan Suku Mentawai. Suku ini adalah salah satu suku asli Indonesia yang telah mendiami Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat selama ribuan tahun. Dikenal karena kekayaan budaya dan tradisinya yang unik, salah satu yang paling menarik dari Suku Mentawai adalah seni tato tradisional mereka, yang disebut TikTik.
TikTik, tato khas Mentawai, bukan hanya sekadar hiasan tubuh, melainkan identitas budaya yang mendalam. Seni rajah tubuh ini diakui sebagai salah satu tradisi tato tertua di dunia yang terus dilestarikan hingga kini. Meski zaman terus berubah, proses pembuatan tato Mentawai tetap mempertahankan cara-cara tradisional.
Prosesnya dimulai dengan menggambar pola kasar pada bagian tubuh yang akan ditato. Kemudian, jarum tradisional digunakan dan diketuk perlahan dengan tongkat kayu, menghasilkan bunyi khas “Tik Tik”. Setiap tato yang diukir memiliki makna yang dalam, melambangkan kemakmuran hidup, keyakinan spiritual, serta hubungan erat dengan leluhur.
Selain TikTik, Suku Mentawai juga punya tradisi unik lain yang menantang, yaitu berburu Tamra atau ulat sagu. Ini adalah salah satu kuliner khas Mentawai yang biasanya diolah menjadi menu tambahan.
Suku Mentawai biasanya memanen ulat sagu dari batang pohon sagu yang busuk. Kandungan nutrisi seperti lemak dan protein dalam ulat sagu cukup tinggi, SEATizens. Ulat sagu bisa dikonsumsi langsung alias mentah atau direbus dan dibakar.
Seni dan tradisi yang harmoni dengan alam, jadi ciri Suku Mentawai. Keberadaan sumber daya alam dijaga agar berkelanjutan dan salah satu yang jadi sumber hidup mereka yang tak terpisahkan adalah pohon sagu. Pohon sagu menyediakan kebutuhan pokok, mulai dari tepung sagu sebagai makanan utama hingga ulat sagu yang kaya protein.
Untuk SEATizens yang penasaran dengan proses bikin tato tradisional dan panen ulat sagu Suku Mentawai, saksikan selengkapnya dalam Local Palette.
Penulis: Puji Tri Lestari