Mengenal Sekolah Orang Utan, Peran dan Tantangannya Kini

Mengenal Sekolah Orang Utan, Peran dan Tantangannya Kini
Sekolah orang utan di Kalimantan sebagai tempat konservasi melestarikan satwa dari kepunahan (Foto: Pinterest)

SEAToday.com, Kutai Kartanegara – Borneo Orang Utan Survival Foundation atau BOSF Samboja Lestari di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur merupakan satu dari beberapa sekolah orang utan yang ada di Indonesia. Ternyata tak hanya manusia yang perlu mendapat kesempatan belajar di sekolah, hewan seperti orang utan pun perlu bersekolah.

Biasanya sekitar pukul 08.00 WITA anak-anak orang utan sudah semangat untuk masuk ke dalam sekolah. Berbeda dengan anak sekolah, anak-anak orang utan ini tak berani membolos apalagi tiba-tiba merengek minta pulang karena malas belajar di sekolah.

Di sekolah orang utan ini terdapat baby house atau rumah bayi dan sekolah hutan (SH).Rumah bayi diisi oleh orang utan usia 0-2 tahun. Kebanyakan bayi-bayi orang utan diselamatkan dari hutan karena terpisah dari induknya atau induknya sudah mati.

Sedangkan sekolah hutan dibagi beberapa jenis, ada yang khusus orang utan usia 2-4 tahun dan 4-6 tahun. Apabila orang utan sudah berusia 7 tahun maka pelan-pelan akan dilepaskan di pulau-pulau kecil yang ada di kawasan Samboja Lestari untuk belajar hidup dalam alam liar.

Luas sekolah hutan yang ada di  Samboja Lestari mencapai 95 hektar.Orang utan setiap hari sekolah dan tidak mengenal hari libur. Biasanya orang utan tidak sekolah apabila sedang turun hujan atau ada yang sakit.

Apa saja yang dipelajari orang utan di sekolah? Orang utan diajari untuk hidup mandiri seperti makan daun dan buah hutan, mencari makan sendiri, memanjat pohon, membuat sarang, dan mengenali beragam bahaya, karena nantinya orang utan akan dilatih mandiri untuk tinggal di luar pulau.

Adanya sekolah orang utan ini memang memiliki peran yang penting. Fasilitas sekolah orang utan merupakan langkah maju yang dilakukan berbagai pihak untuk melestarikan sekaligus melindungi orang utan. Sekolah orang utan juga menjadi kesempatan besar para peneliti Indonesia untuk belajar bidang konservasi orang utan di Indonesia.

Apakah sekolah orang utan punya persoalan? Tentu saja ada. Biaya perawatan dan sekolah orang utan sangat mahal. Untuk sebulan saja satu ekor membutuhkan Rp 3 juta mulai dari biaya perawatan termasuk makanan dan minuman. Belum lagi biaya gaji para pengajar dan pendamping orang utan di sekolah yang tentu mendapat bayaran tak murah.

Ada juga persoalan soal ketidakseimbangan antara orang utan yang direhabilitasi dengan yang dilepasliarkan. Kapasitas orang utan yang bersekolah sangat banyak sedangkan yang sudah “lulus” jumlahnya sedikit sehingga tak sebanding. Maka dibutuhkan beberapa lahan kosong untuk bisa dibangun tempat konservasi orang utan termasuk sekolahnya.