• Sabtu, 17 Mei 2025

Mengenal Adat dan Tradisi Kampung Cireundeu, Dua Adatnya Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Mengenal Adat dan Tradisi Kampung Cireundeu, Dua Adatnya Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Kampung Adat Cireundeu. (dok: Disbudparpora Kota Cimahi)

SEAToday.com, Jakarta - Kampung Adat Cireundeu merupakan salah satu kampung wisata menarik yang ada di Cimahi.

Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Kampung adat ini memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman.

Sebagian besar penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan hingga saat ini. Kepercayaan ini mengajarkan untuk selalu melestarikan budaya dan adat istiadat.

Terdapat banyak sekali keunikan yang bisa ditelusuri di kampung ini. Di mana penduduknya masih mengagungkan kearifan lokal yang mungkin tidak dapat ditemui di kampung desa lainnya.

Asal Usul Kampung Adat Cirendeu

Dilansir dari laman resmi Pemda Kota Cimahi, Cireundeu berasal dari nama “pohon reundeu”, karena sebelumnya di kampung ini banyak sekali populasi pohon reundeu. 

Pohon reundeu itu sendiri ialah pohon untuk bahan obat herbal. Oleh karena itu, kampung ini di sebut Kampung Cireundeu. Kampung Cireundeu baru dikenal sebagai wilayah desa tradisional pada tahun 2007. 

Masyarakat adat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaannya, kebudayaan serta adat istiadat mereka.

Mereka memiliki prinsip “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman”. Arti kata “Ngindung Ka Waktu” yaitu kita sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan masing-masing. 

Sedangkan “Mibapa Ka Jaman” memiliki arti masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman akan tetapi mengikutinya seperti adanya teknologi, televisi, alat komunikasi handphone, dan penerangan. 

Konsep Kampung Adat Cirendeu

Masyarakat Cirendeu memiliki konsep kampung adat yang selalu diingat sejak zaman dulu, yaitu terdapat tiga bagian daerah, yaitu:

- Leuweung Larangan (hutan terlarang) yaitu hutan yang tidak boleh ditebang pepohonannya karena -bertujuan sebagai penyimpanan air untuk masyarakat adat Cireundeu khususnya.

- Leuweung Tutupan (hutan reboisasi) yaitu hutan yang digunakan untuk reboisasi, hutan tersebut dapat dipergunakan pepohonannya namun masyarakat harus menanam kembali dengan pohon yang baru. Luasnya mencapai 2 hingga 3 hektar.

Leuweung Baladahan (hutan pertanian) yaitu hutan yang dapat digunakan untuk berkebun masyarakat adat Cireundeu. Biasanya ditanami oleh jagung, kacang tanah, singkong atau ketela, dan umbi-umbian.

Tradisi Tidak Mengonsumsi Beras

Tradisi nenek moyang yang sangat kental dan menjadi khas di kampung adat ini yaitu sering berpuasa tidak mengkonsumsi beras dalam waktu tertentu.

Tradisi Kampung Adat Cireundeu itu terkait dengan ungkapan leluhur Teu Boga Sawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat.

Dalam bahasa Indonesia, kalimat tersebut diterjemahkan menjadi "Tidak Punya Sawah Asal Punya Beras, Tidak Punya Beras Asal Dapat Menanak Nasi, Tidak Punya Nasi Asal Makan, Tidak Makan Asal Kuat."

Tujuan puasa tersebut adalah mendapat kemerdekaan lahir batin. Ritual yang juga sekaligus menguji keimanan seseorang dan pengingat akan kekuatan Tuhan Yang Maha Esa.

Sebagai ganti konsumsi nasi, yaitu mengkonsumsi rasi atau beras singkong. Beralihnya makanan pokok masyarakat adat dari nasi beras menjadi nasi singkong dimulai kurang lebih tahun 1918.

Ini dipelopori oleh Ibu Omah Asnamah dan berkat kepeloporannya tersebut dia mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Pangan pada tahun 1964.

Akhinya pada tahun 1924 masyarakat Cireundeu mulai mengkonsumsi ketela hingga saat ini. Singkong juga diolah menjadi berbagai camilan, seperti opak, simping, cireng, maupun berbagi makanan lainnya.

Dengan konsistensi masyarakat adat yang mengonsumsi rasi sebagai makanan pokok, membuat masyarakat adat tidak pernah mengonsumsi beras.

Hal ini bukan berarti masyarakat adat mengharamkan beras dari padi, namun melestarikan dan mengikuti pesan sesepuh. Rasa kenyang dari konsumsi ketela lebih lama dibandingkan dengan padi, sehingga masyarakat adat cukup makan dua kali sehari.

Dua Tradisi Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB)

Dua tradisi khas Kampung Adat Cireundeu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat

Predikat WBTB ditetapkan pada tradisi warga Adat Cireundeu yang mengonsumsi singkong sebagai sumber karbohidrat sejak ratusan tahun silam. Selain itu, predikat WBTB juga ditetapkan untuk tradisi peringatan satu sura atau tanggal 1 sura sesuai kalender Saka Sunda.

Dua tradisi yang selalu dijalankan warga Kampung Adat Cireundeu itu ditetapkan menjadi WBTB setelah melalui berbagai kajian oleh tiga akademisi yang jadi bagian dari tim WBTB tersebut.

 

Share
Rasa Nusantara
5 Kue Kering Khas Lebaran di Indonesia

5 Kue Kering Khas Lebaran di Indonesia

5 Makanan Khas Lebaran dari Berbagai Daerah di Indonesia

Berikut makanan khas Lebaran dari berbagai daerah di Indonesia.

Rekomendasi Jajanan Kuliner Terbaik di Indonesia

Berikut rekomendasi jajanan kuliner terbaik Indonesia.

Soda Gembira Masuk Daftar 10 Besar Minuman Asia Tenggara versi Ta...

Dua minuman Indonesia berhasil masuk daftar 10 besar minuman Asia Tenggara (Top 68 Southeast Asian Beverages) versi TasteAtlas.

Fakta Unik Bika Ambon: Kue Khas Medan yang Namanya Bikin Bingung

Bika Ambon adalah salah satu kuliner khas Indonesia yang namanya sering membuat orang penasaran. Akhir-akhir ini, kue Bika Ambon ramai dibahas di media sosial dan menjadi trend yang bikin penasaran.

Trending Topik
Berita Terpopuler

Kusni Kasdut dan Robin Hood: Kisah Kelam Pejuang Kemerdekaan Jadi...

Indonesia juga mengenal orang baik jadi jahat. Kusni Kasdut, namanya. Kusni Kasdut awalnya pejuang kemerdekaan yang berubah jadi penjahat yang paling dicari.

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Sejarah Blok M: Perjalanan Panjang Hadirkan Pusat Nongkrong Anak...

popularitas Blok M sebagai tempat nongkrong anak muda lintas generasi tak dibangun dalam waktu singkat. Ada jejak penjajah Belanda dan Ali Sadikin di dalamnya.

Penyanyi Era 70-an Dina Mariana Meninggal Dunia

Penyanyi era 70-an Dina Mariana meninggal dunia pada Minggu, 3 November 2024. Dina mengembuskan napas terakhir di usia 59 tahun.