Mengenal Seni Ogoh-Ogoh, Tradisi Sakral Jelang Hari Nyepi

Mengenal Seni Ogoh-Ogoh, Tradisi Sakral Jelang Hari Nyepi
Pawai Ogoh-ogoh di Bali. (dok: Indonesia Kaya)

SEAToday.com, Jakarta - Tradisi Ogoh-ogoh merupakan salah satu tradisi yang khas menjelang perayaan Hari Nyepi untuk masyarakat beragama Hindu, terutama di Bali.

Ogoh-ogoh merupakan karya seni rupa yang berasal dari unsur keagamaan Hindu, mitologi, serta kehidupan sehari-hari masyarakat Bali.

Menjadi bagian dari warisan budaya turun-temurun, pertunjukan seni Ogoh-ogoh telah menjadi daya tarik tersendiri, baik bagi masyarakat lokal maupun wisatawan.

Namun, lebih dari sekadar hiburan, Ogoh-ogoh memiliki makna mendalam yang mencakup nilai filosofis, sosial, dan spiritual.

Selain itu, tradisi pertunjukan Ogoh-ogoh ini juga menjadi penanda pergantian tahun dalam kalendar Bali, terutama dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi.

Hal ini pun membuat Ogog-ogoh dan Nyepi merupakan dua tradisi yang tidak bisa dipisahkan karena saling berkaitan.

Apa itu Ogoh-ogoh?

Ogoh-ogoh adalah karya seni khas Bali yang mencerminkan sosok Bhuta Kala. Secara bahasa, istilah "Ogoh-ogoh" berasal dari kata "ogah" dalam bahasa Bali, yang berarti "goyang."

Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala melambangkan kekuatan besar yang berkaitan dengan alam semesta (Bhu) dan waktu yang tidak terukur serta tidak dapat dihindari (Kala).

Seni Ogoh-ogoh mulai muncul dan berkembang pada tahun 1980-an dengan bentuk yang masih sederhana dan belum banyak dikenal. Meskipun demikian, tradisi ini sudah ada sejak zaman kuno.

Patung-patung yang dihasilkan dari tradisi ini biasanya menggambarkan makhluk mitologis, karakter dari wayang, cerita dalam sastra Hindu, serta representasi dewa-dewi Hindu.

Jelang Hari Raya Nyepi, Ogoh-ogoh biasanya diarak di jalanan sebagai bagian dari ritual penyucian.

Pembuatan Ogoh-ogoh biasanya dilakukan oleh komunitas adat setempat yang disebut banjar, yang memiliki peran serupa dengan Rukun Warga dalam struktur masyarakat Bali. Dalam kepercayaan Hindu, Ogoh-ogoh sering kali menggambarkan sifat-sifat negatif manusia.

Hal ini membuat dalam proses perayaannya, Ogoh-ogoh dipercaya dapat menetralisir energi negatif di lingkungan sekitar.

Selain itu, dapat juga mendamaikan makhluk-makhluk dari alam bawah sebelum pergantian Tahun Saka atau perayaan Hari Raya Nyepi.

Makna Pertunjukan Ogoh-ogoh

Tidak hanya sekedar pertunjukkan seni dalam bentuk patung raksasa yang diarak, tetapi Ogoh-ogoh memiliki makna di balik kemegahannya tersebut.

Ogoh-ogoh menyimpan makna mendalam yang berkaitan erat dengan ajaran Hindu. Berikut makna pertunjukan Ogoh-ogoh, dilansir dari Prokomsetda Kab Buleleng.

Cendekiawan Hindu dharma mengambil kesimpulan bahwa proses perayaan ogoh-ogoh melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta, dan waktu yang maha dahsyat.

Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran.

Kedua kekuatan ini dapat digunakan untuk menghancurkan atau membuat dunia bertambah indah. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia.

Ogoh-ogoh sebetulnya tidak memiliki hubungan langsung dengan upacara Hari Raya Nyepi. Sejak tahun 80-an, umat Hindu mengusung ogoh-ogoh yang dijadikan satu dengan acara mengelilingi desa dengan membawa obor atau yang disebut acara ngerupuk.

Lantaran bukan sarana upacara, ogoh-ogoh diarak setelah upacara pokok selesai dengan diiringi irama gamelan khas Bali yang diberi nama bleganjur.

Pada umumnya, ogoh-ogoh di arak menuju suatu tempat yang diberi nama sema (tempat persemayaman umat Hindu sebelum dibakar dan pada saat pembakaran mayat).

Kemudian ogoh-ogoh yang sudah diarak mengelilingi desa tersebut dibakar. Umat Hindu Bali percaya bahwa ogoh-ogoh mempresentasikan sifat buruk di dalam diri manusia. Itulah mengapa, mereka membuat ogoh-ogoh sebelum perayaan Nyepi.

Setelah selesai berkeliling atau diarak, ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol telah hilangnya sifat buruk di dalam diri manusia.