LIFESTYLE
Apa Itu Depresi Pasca-Melahirkan? Simak Gejala dan Penyebabnya

SEAToday.com, Jakarta - Postpartum depression atau depresi pasca-melahirkan adalah jenis depresi yang terjadi setelah melahirkan. Orang dengan kondisi ini mengalami perubahan hormonal, pasang surut emosi, sering menangis, kelelahan, rasa bersalah, cemas, dan mungkin mengalami kesulitan dalam merawat bayi mereka.
Dilansir dari Cleveland Clinic, perubahan-perubahan tersebut dapat menyebabkan gejala-gejala depresi pasca-persalinan. Penyedia layanan kesehatan dapat menangani gejala-gejala yang dialami lewat pengobatan dan konseling.
Jenis depresi pasca-persalinan
Ada tiga jenis gangguan suasana hati pasca-persalinan, yakni:
- Postpartum blues atau baby blues
Baby blues memengaruhi sekita 50--75 persen orang setelah melahirkan. Perempuan yang mengalami baby blues akan sering menangis tanpa alasan yang jelas, sedih dan cemas.
Kondisi ini biasanya dimulai pada minggu pertama (1--4 hari) setelah melahirkan. Kondisi ini biasanya akan mereda dalam waktu dua minggu tanpa pengobatan. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah mencari dukungan dan meminta bantuan dari teman, keluarga, atau pasangan.
- Depresi pasca-persalinan
Depresi pasca-persalinan adalah kondisi yang jauh lebih serius daripada baby blues, yang memengaruhi sekitar 1 dari 7 orangtua baru. Jika Anda pernah mengalami depresi pascapersalinan sebelumnya, risiko Anda meningkat hingga 30 persen pada setiap kehamilan.
Anda mungkin mengalami pasang surut emosi, sering menangis, mudah tersinggung dan kelelahan, serta perasaan bersalah, cemas, dan ketidakmampuan untuk merawat bayi atau diri sendiri. Gejalanya berkisar dari ringan hingga berat dan dapat muncul dalam waktu seminggu setelah melahirkan atau secara bertahap, bahkan hingga setahun kemudian.
Walau gejalanya dapat berlangsung selama beberapa bulan, pengobatan dengan psikoterapi atau antidepresan sangat efektif.
- Psikosis pasca-persalinan
Psikosis pasca-persalinan adalah bentuk depresi pasca-persalinan yang sangat parah dan membutuhkan bantuan medis darurat. Kondisi ini relatif jarang terjadi, hanya memengaruhi 1 dari 1.000 orang setelah melahirkan.
Gejala umumnya terjadi dengan cepat setelah melahirkan dan sangat parah, berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Gejalanya meliputi kondisi cemas berat, kebingungan, perasaan putus asa dan malu, insomnia, paranoid, delusi atau halusinasi, hiperaktif, hingga bicara cepat.
Psikosis pasca-persalinan membutuhkan bantuan medis segera karena ada peningkatan risiko bunuh diri dan risiko membahayakan bayi. Perawatan biasanya meliputi rawat inap, psikoterapi, dan obat-obatan.
Gejala depresi pasca-persalinan
Beberapa orang merasa malu dengan gejala-gejala yang dialami atau merasa menjadi orangtua yang buruk karena merasa seperti itu. Depresi pasca-persalinan sangat umum terjadi. Berikut gejalanya:
- Merasa sedih, tidak berharga, putus asa, atau bersalah.
- Khawatir secara berlebihan atau merasa gelisah.
- Kehilangan minat pada hobi atau hal-hal yang pernah Anda sukai.
- Perubahan nafsu makan atau tidak mau makan.
- Kehilangan energi dan motivasi.
- Sulit tidur atau ingin tidur sepanjang waktu.
- Menangis tanpa alasan atau berlebihan.
- Kesulitan berpikir atau fokus.
- Pikiran untuk bunuh diri atau berharap Anda sudah mati.
- Kurang tertarik pada bayi Anda atau merasa cemas di sekitar bayi Anda.
- Pikiran untuk menyakiti bayi Anda atau merasa tidak menginginkan bayi Anda.
Hubungi penyedia layanan kesehatan Anda jika Anda merasa mengalami depresi pasca-persalinan, yakni bisa berupa dokter kandungan, penyedia layanan primer, atau penyedia layanan kesehatan mental. Dokter anak bayi Anda juga dapat membantu Anda.
Penyebab depresi pasca-melahirkan
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan hubungan antara penurunan hormon yang cepat setelah melahirkan dan depresi. Kadar estrogen dan progesteron meningkat 10 kali lipat selama kehamilan, namun menurun tajam setelah melahirkan. Pada tiga hari setelah melahirkan, kadar hormon-hormon ini akan turun kembali ke tingkat sebelum kehamilan.
Selain perubahan kimiawi ini, perubahan sosial dan psikologis yang terkait dengan kelahiran bayi juga meningkatkan risiko depresi pasca-persalinan. Contoh perubahan ini termasuk perubahan fisik pada tubuh Anda, kurang tidur, kekhawatiran tentang pengasuhan anak, atau perubahan pada hubungan Anda.