• Jumat, 20 September 2024

Apa Itu Helicopter Parenting? Begini Dampaknya bagi Anak

Apa Itu Helicopter Parenting? Begini Dampaknya bagi Anak
Ilustrasi keluarga, Helicopter Parenting (Photo by Mike Scheid on Unsplash)

SEAToday.com, Jakarta - Ada begitu banyak tantangan bila berbicara mengenai pengasuhan anak, salah satunya terkait helicopter parenting. Istilah ini mengacu pada keterlibatan orangtua yang berlebihan dalam kehidupan anak.

Dilansir dari Healthline, setiap orangtua ingin anak-anak mereka bahagia dan melakukan yang terbaik untuk diri mereka sendiri. Ini adalah perilaku naluriah, namun beberapa orangtua "bersikap suportif" ke tingkat yang lebih tinggi dan melayang-layang di atas anak mereka seperti helikopter, itulah asal muasal istilah helicopter parenting.

Helicopter parenting kebalikan dari pola asuh bebas, di mana didorongnya kemandirian dan berpikir untuk diri sendiri. Walau sudah banyak dibahas, helicopter parenting bukanlah istilah baru. Metafora ini sebenarnya pertama kali digunakan dalam sebuah buku pada 1969 berjudul "Between Parent and Teenager" yang ditulis Haim Ginott.

Seperti Apa Helicopter Parenting?

Berikut ini adalah bentuk-bentuk helicopter parenting pada berbagai tahap kehidupan.

Balita

  • Berusaha mencegah setiap jatuh kecil atau menghindari risiko yang sesuai dengan usianya
  • Tidak pernah membiarkan anak bermain sendirian
  • Terus-menerus meminta laporan kemajuan kepada guru prasekolah
  • Tidak mendorong kemandirian yang sesuai dengan perkembangannya

Sekolah dasar

  • Berbicara dengan pihak sekolah untuk memastikan anak memiliki guru tertentu karena mereka dianggap sebagai yang terbaik
  • Memilihkan teman anak untuk mereka
  • Mendaftarkan mereka dalam kegiatan tanpa masukan dari anak
  • Menyelesaikan pekerjaan rumah dan proyek sekolah untuk anak
  • Menolak untuk membiarkan anak menyelesaikan masalah sendiri

Tahun-tahun remaja dan seterusnya

  • Tidak mengizinkan anak Anda membuat pilihan yang sesuai dengan usianya
  • Menjadi terlalu terlibat dalam pekerjaan akademis dan kegiatan ekstrakurikuler mereka untuk melindungi mereka dari kegagalan atau kekecewaan
  • Menghubungi pihaj perguruan tinggi mereka tentang nilai yang buruk
  • Campur tangan dalam perselisihan dengan teman hingga rekan kerja

Dampak Helicopter Parenting pada Anak

Dilansir dari WebMD, para peneliti yang mengikuti anak-anak dengan orangtua yang terlalu terlibat menemukan bahwa terlalu banyak perhatian tidak selalu baik untuk mereka. Helicopter parents dapat merusak perkembangan emosional anak-anak mereka, yang mengarah ke:

  • Perkembangan sosial dan akademik yang lebih lambat

Sebuah penelitian mengikuti sekelompok anak dari usia 2 hingga 10 tahun. Mereka yang orangtuanya lebih banyak mengontrol kurang mampu mengelola emosi dan perilaku mereka. Keterampilan sosial mereka pun menurun sebagai akibatnya. Pada saat mereka berusia 10 tahun, anak-anak dengan helicopter parents tidak berprestasi sebaik anak-anak dengan orangtua yang tidak terlalu mengontrol.

  • Masalah kesehatan mental

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa helicopter parenting meningkatkan risiko masalah kesehatan mental. Orangtua yang melakukan terlalu banyak hal untuk anak-anak mereka dapat merusak harga diri mereka. Anak mungkin akan tumbuh dengan perasaan bahwa orang tua mereka tidak percaya bahwa mereka dapat melakukan sesuatu sendiri. Mahasiswa dengan orangtua yang terlalu terlibat cenderung memiliki gejala depresi dan kecemasan.

  • Kelelahan

Anak-anak yang lebih tua dari helicopter parents lebih rentan mengalami kelelahan akademis daripada teman sebayanya. Hal ini dikarenakan mereka khawatir orangtua mereka akan kecewa jika mereka gagal.

  • Kurangnya kendali diri

Masalah lainnya adalah bahwa para siswa ini belum belajar keterampilan pengendalian diri. Jika mereka mengandalkan orang tua untuk mengatur kehidupan mereka, stres karena hidup sendiri bisa menjadi kejutan yang tidak menyenangkan. Jika mereka tidak pernah mempelajari strategi mengatasi emosi yang efektif, mereka dapat dengan mudah menemukan kehidupan kampus dan masa dewasa yang luar biasa.

Share
Lifestyle
Pendaki Gunung Fuji Musim Panas ini Menurun Setelah Diberlakukan Biaya Masuk

Pendaki Gunung Fuji Musim Panas ini Menurun Setelah Diberlakukan Biaya Masuk

Penyanyi Era 90-an Puput Novel Meninggal Dunia di Usia 50 Tahun

Dunia hiburan tanah air kembali berduka. Artis yang populer di tahun 90-an, Puput Novel, tutup usia pada Minggu sore (8/9) di RS MMC Kuningan.

Aktris Drama Korea, Jo Bo Ah akan Menikah pada Bulan Oktober ini!

Aktis cantik Jo Bo Ah dikabarkan akan menikah dengan kekasihnya yang bukan dari kalangan selebriti

Makna Mendalam Lagu Wake Me Up When September Ends dari Green Day

Setiap kali September tiba, "Wake Me Up When September Ends" menjadi salah satu lagu ikonik di bulan ini. Lagu ini merupakan karya hits milik band punk rock asal Amerika Serikat, Green Day.

Rossa Ajak Ariel NOAH Remake Lagu Nada-Nada Cinta, Ini Alasannya

Tahun ini, Rossa meirilis ulang lagu ini dengan duet Bersama Ariel NOA untuk soundtrack film dokumenternya: All Access To Rossa 25 Shining Years yang dirilis 1 Agustus 2024 lalu.

Berita Terpopuler

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Kusni Kasdut dan Robin Hood: Kisah Kelam Pejuang Kemerdekaan Jadi...

Indonesia juga mengenal orang baik jadi jahat. Kusni Kasdut, namanya. Kusni Kasdut awalnya pejuang kemerdekaan yang berubah jadi penjahat yang paling dicari.

Kronologi Suami Artis Jennifer Coppen Meninggal Akibat Kecelakaan...

Kronologi suami Jennifer Coppen yang meninggal karena kecelakaan motor di Bali.

Celine Dion Sulit Kendalikan Ototnya karena Stiff Person Syndrome

Penyanyi asal Kanada, Celine Dion, saat ini tengah berjuang melawan penyakit Stiff Person Syndrome (SPS) sejak Desember 2022 lalu.