• Jumat, 20 September 2024

Kisah Kota Depok yang Pernah Punya Presiden di Nusantara, Ada Peran Besar Cornelis Chastelein

Kisah Kota Depok yang Pernah Punya Presiden di Nusantara, Ada Peran Besar Cornelis Chastelein
Suasana Stasiun Kota Depok yang jadi andalan warga Depok berpergian tempo dulu | KITLV

SEAToday.cpm, Depok - Jejak Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Kota Depok tak dapat dianggap remeh. Partai berbasis Islam itu selalu konsisten menempatkan wakilnya untuk jadi pemimpin Kota Depok sedari 2006. Barang siapa yang menantang Cawalkot dari PKS, niscaya akan kalah.

Dulu kala kondisinya berbeda. Penguasa Kota Depok justru berasal dari mereka keturunan budak: Belanda Depok. Kristen pula. Mereka menguasai Depok dalam waktu yang lama. Bukan sebagai Walikota, tapi Presiden Depok. Begini kisahnya.

Imej pejabat kongsi dagang Belanda, VOC kerap tak jauh dari keburukan. Sejarah mencatat mereka gemar foya-foya dan menganggap rendah kaum bumiputra dan budak. Namun, Cornelis Chastelein adalah pengecualian dari semuanya.

Chastelein memiliki perilaku yang lurus. Pria kelahiran Amsterdam, 10 Agustus 1657 itu dekat dengan agama. Suatu alasan yang membuat membuatnya memilih keluar dari kehiduan Kompeni mulai korup. Chastelein ingin pensiun dengan damai.

Ia menyiapkan bekal hari tua dengan membeli tanah Selatan Batavia, Srengseng, Mampang, dan Depok dalam kurun waktu dari 1696-1712. Ia mengajak serta budak-budaknya untuk mengarap wilayah itu. Namun, Ia tak menganggap budak yang dibelinya sebagai tenaga kerja murah, tapi sebagai keluarga.

Perlakuannya terhadap budak tak nyeleneh. Ia biasa memanusiakan budaknya. Kaum budak diajarkannya bahasa Belanda hingga fasih. Pengetahuan terkait agama Kristen Protestan pun diberikan. Budaknya juga dibekali dengan kemampuan baca tulis.

Puncaknya Chastelein menyiapkan surat wasiat penting. Ia membebaskan budaknya. Ia memberikan seluruh hartanya – termasuk tanah kepada sekitar 150 budak yang terbagi dalam 12 marga untuk menyebarkan kristen.  Marga itu antara lain Bacas, Isakh, Jonathans, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel, dan Zadokh.

“Wilayah yang sekarang menjadi kota Depok dan dulu dikenal adanya Belanda Depok berasal dari para budak yang dulu dimiliki oleh seorang tuan tanah bernama Chastelein yang memiliki tanah yang amat luas di Depok dengan kurang lebih 150 orang budak,” ungkap Muhadjir dalam buku Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya (2000).

Meraih Tanah Depok

Modal wasiat saja tak kuat bagi ke-12 marga mantan budak (Belanda Depok) untuk klaim harta. Kompeni lebih suka memberikan kekayaannya kepada anak Chastelein, Anthony Chastelein. Namun, Anthony tak mau dicap durhaka.

Ia mencoba memperjuangkan wasiat ayahnya. Ia mencoba mendaftarkan tanah milik ayahnya di Depok atas nama mantan budak-budaknya. Langkah itu terganjal karena Anthony keburu meninggal dunia pada Februari 1715.

Perjuangan Anthony lalu dilanjutkan oleh istrinya, Anna Chastelein de Haan. Anna yang kemudian menikah lagi dengan Johan Francois de Witte van Schoten jadi penentu nasib kehidupan 12 marga. Johan Francois yang notaene ahli hukum dan anggota Raad van Justice ikut membantu.

“Atas dasar itu, ia kemudian memohon kepada College van Schepenen di Batavia untuk memberikan surat-surat kepemilikan tanah Depok kepadanya. Permohonannya dikabulkan dan hingga abad ke-19, tanah Depok tercatat atas nama Johan Francois de Witte van Schonen,” tegas Tri Wahyuning M. Irsyam dalam buku Berkembang dalam Bayang-Bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950-1990-an (2017).

Keputusan itu bak siasat Johan Francois supaya kaum Belanda Depok mendapatkan haknya. Sebab, upaya menggunakan wasiat Chastelein saja takkan cukup. Pergerakan Johan pun membuat tanah Depok tak kemana-mana. Tanah itu sepenuhnya dimanfaatkan untuk kebutuhan Belanda Depok.

Presiden Depok

Angin segar berhempus kala kuasa Kompeni berganti jadi pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Mantan budak Chastelein akhirnya dapat bersorak gembira pada 1850. Mereka secara resmi mendapatkan haknya. Tanah Depok diakui pemerintah kolonial sebagai milik kaum Belanda Depok.

Mereka mendapatkan hak mutlak (eigendom verponding) sebagai pemilik tanah. Kemudian, Pemerintah mengubah status tanah partikelir Depok jadi Gemeente (semacam pemerintah kota) yang otonom pada 1913. Namanya Het Gemeente Bestuur van Particuliere Land Depok.

Tugas Belanda Depok pun bertambah. Mereka yang notabene jadi tuan tanah kini memiliki pekerjaan baru. Mereka dibebankan kuasa untuk menjalankan Gemeente. Mereka bertugas mengurus kepentingan komunitas Belanda Depok –utamanya urusan kesejahteraan.

“Berdasarkan status itu, selain untuk kegiatan ekonomi mereka juga berhak menentukan tata ruang di lahan yang mereka kuasai. Dari tata ruang ini, kemudian muncul sejumlah bangunan yang saling terkait seperti gereja, sekolah, makam, perumahan, dan fasilitas publik lainnya,” ungkap Tri Wahyuning M. Irsyam dalam buku Dunia Revolusi (2023).

Uniknya mereka dipimpin oleh seorang presiden. Jabatan presiden itu terbatas kepada mereka mantan budak Chastelein. Posisi presiden dipilih dan diajukan oleh anggota komisioner tiap tiga tahun sekali. Pemilihannya dengan sistem demokratis.  Secara otomatis rumah Presiden bak jadi istana gemeente.

Presiden pertama dijabat  Gerrit Jonathans (1913–1921). Kepemimpinan itu dilanjutkan Martinus Laurens (1921–1930), Leonardus Leander (1930–1949), dan presiden Depok terakhir adalah Johannes Matijs Jonathans (1949–1952).

Presiden Depok tak hanya menggunakan jasa Belanda Depok – Djemaat Masehi Depok—untuk menjalankan pemerintahannya. Penguasa Depok juga melibat kaum bumiputra. Ada yang jadi mandor. Ada yang jadi juragan. Ada pula yang menjadi kepala polisi.

Namun, pemerintahan itu sarat dengan masalah. Perbedaan stratifikasi sosial antara Belanda Depok dan kaum bumiputra berjarak. Beda agama pula. Konflik sosial dapat dengan mudah tersulut. Ambil contoh kala Indonesia merdeka. Rumah kaum Belanda Depok jadi sasaran penyerangan kaum nasionalis.

Mereka dianggap berpihak kepada penjajah, ketimbang kaum bumiputra. Peristiwa itu dikenal luas dengan nama Gedoran Depok. Setelahnya, Pemerintah Indonesia kemudian mengambil alih tanah Depok yang dikelola Belanda Depok, kecuali bangunannya. Status itu menandakan berakhirnya nasib Presiden Depok.

 

Share
Lifestyle
Pendaki Gunung Fuji Musim Panas ini Menurun Setelah Diberlakukan Biaya Masuk

Pendaki Gunung Fuji Musim Panas ini Menurun Setelah Diberlakukan Biaya Masuk

Penyanyi Era 90-an Puput Novel Meninggal Dunia di Usia 50 Tahun

Dunia hiburan tanah air kembali berduka. Artis yang populer di tahun 90-an, Puput Novel, tutup usia pada Minggu sore (8/9) di RS MMC Kuningan.

Aktris Drama Korea, Jo Bo Ah akan Menikah pada Bulan Oktober ini!

Aktis cantik Jo Bo Ah dikabarkan akan menikah dengan kekasihnya yang bukan dari kalangan selebriti

Makna Mendalam Lagu Wake Me Up When September Ends dari Green Day

Setiap kali September tiba, "Wake Me Up When September Ends" menjadi salah satu lagu ikonik di bulan ini. Lagu ini merupakan karya hits milik band punk rock asal Amerika Serikat, Green Day.

Rossa Ajak Ariel NOAH Remake Lagu Nada-Nada Cinta, Ini Alasannya

Tahun ini, Rossa meirilis ulang lagu ini dengan duet Bersama Ariel NOA untuk soundtrack film dokumenternya: All Access To Rossa 25 Shining Years yang dirilis 1 Agustus 2024 lalu.

Berita Terpopuler

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Kusni Kasdut dan Robin Hood: Kisah Kelam Pejuang Kemerdekaan Jadi...

Indonesia juga mengenal orang baik jadi jahat. Kusni Kasdut, namanya. Kusni Kasdut awalnya pejuang kemerdekaan yang berubah jadi penjahat yang paling dicari.

Kronologi Suami Artis Jennifer Coppen Meninggal Akibat Kecelakaan...

Kronologi suami Jennifer Coppen yang meninggal karena kecelakaan motor di Bali.

Celine Dion Sulit Kendalikan Ototnya karena Stiff Person Syndrome

Penyanyi asal Kanada, Celine Dion, saat ini tengah berjuang melawan penyakit Stiff Person Syndrome (SPS) sejak Desember 2022 lalu.