• Jumat, 20 September 2024

Tradisi Pohon Besar Diikat Kain: Bentuk Rasa Syukur Orang Bali ke Sang Pencipta dan Alam

Tradisi Pohon Besar Diikat Kain: Bentuk Rasa Syukur Orang Bali ke Sang Pencipta dan Alam
Lukisan dari J. C. Poortenaar tentang aktivitas orang Bali tempo dulu yang dekat dengan alam. Mereka diberaktivitas di bawah pohon besar yang rindang | Tropenmuseum

SEAToday.com, Denpasar - Kelakuan manusia dalam memperlakukan lingkungan hidup kadang buat miris. Pembukaan lahan skala besar, penebangan liar, hingga manajemen sampah buruk tak jarang bawa petaka. Banjir bandang dan longsor adalah hal yang paling dekat.

Kini bencana-bencana alam semacam itu kian sering terjadi. Orang-orang sering mengaitkan dengan pemanasan global. Padahal, ada yang salah dengan perlakuan kita terhadap lingkungan. Andai falsafah hidup orang Bali menghargai alam bisa diadopsi di seantero Nusantara, niscaya kehidupan selangkah lebih baik. Pohon saja mereka ikat dengan kain. Kenapa begitu?

Kekaguman terhadap cara nenek moyang bangsa Indonesia menjaga lingungan hidup tak pernah surut. Kearifan lokal masa lampau dianggap lebih menjanjikan harmoni antara kehidupan manusia dan alam. Keduanya jadi tak terpisahkan.

Alam selalu menjamin ketersediaan kebutuhan manusia. Manusia pun memiliki tanggung jawab menjaganya. Pandangan itu hadir pula dalam cara orang Bali memperoleh kebahagiaan dalam hidup. Mereka menganggap penting hubungan kepada Sang Pencipta, sesama manusia, dan harmonisasi terhadap alam.

Kondisi itu membuat merusak lingkungan hidup sebagai suatu hal yang bertentangan dengan nurani. Belakangan falsafah itu dikelompok menjadi Tri Hita Karana. Sebuah falsafah yang diadopsi dari cara hidup orang bali zaman dulu.

“Harmoni dan toleransi masyarakat Bali, yang mencapai puncaknya dalam semboyan Sanskerta Tri Hita Karana (Tiga Sumber Kebahagiaan) hubungan manusia yang harmonis dengan Tuhan (parahyangan), dengan sesama mereka (pawongan), dan dengan alam (palemahan),” ungkap Michael Picard dalam buku Kebalian: Konstruksi Dialogis Identitas Bali (2020).

Sila palemahan menganggap manusia hendaknya menjaga dan memelihara kelestarian alam. Merusak alam berarti mencari murka semesta. Kehidupan manusia bisa binasa karena abai terhadap alam. Waktu pun telah membuktikan dengan hadirnya petaka: Banjir, longsor, hingga wabah.

Pohon Diikat Kain

Wujud paling sederhana orang Bali menjaga lingkungan hidup muncul di kehidupan sehari-hari. Langkah itu bisa dilihat dari tradisi orang Bali mengikat kain ke pohon. Pemandangan itu terlihat di mana-mana di Bali. Di mana ada pohon besar, di situ sebuah pohon diikat kain.

Pemberian kain bukan berarti pohon ada penunggu. Buang jauh-jauh pikiran itu. Orang Bali mengistimewakan pohon sebagai bentuk perwujudan dari Tri Hita Karana. Tindakan melingkari pohon dengan kain dianggap simbol pelestarian dan penghormatan terhadap alam.

Tak jarang disamping kain juga ada bahan lain seperti payung dan dekorasi benda lainnya. Budayawan Bali Mangku Alit Sidhi Mantra angkat bicara. Pohon diikat kain dikatakannya sebagai bentuk kearifan yang telah diwariskan nenek moyang orang Bali sejak dulu kala.

Pohon jadi elemen penting bagi orang Bali. Pohon banyak membantu kehidupan bahkan kelangsungan hidup orang bali. Kehadiran pohon dapat membuat cadangan oksigen terjaga. Kehadiran pohon juga dianggap jadi salah satu faktor melimpahnya cadangan air.

“Sebenarnya itu adalah sebuah filosofi bagaimana orang Bali sangat arif terhadap semesta lingkungan. Jadi, untuk menjaga hal tersebut, pohon-pohon yang memiliki kualitas besar, dalam artian memiliki kandungan candangan oksigen yang berlimpah, memiliki kandungan air yang berlimpah, juga sebagai dasar untuk menjaga situasi dari abrasi atau lainnya, jadi sebuah pohon itu dilingkari kain,” ujar Mangku Alit kepada SEAtoday.com, 29 Juli 2024.

Orang Bali melingkari pohon dengan kain sebagai bentuk penghargaan. Bahkan, kain untuk melingkarinya tak harus kain poleng (kain hitam putih). Bisa saja kain putih atau kain kuning. Artinya sama saja dan tetap menyatu sebagai penegas orang Bali menjaga alamnya supaya tak dirusak.

Hasilnya orang Bali akan berpikir panjang untuk sekedar memotong pohon. Sebab, memotong pohon dianggap sama saja dengan mengundang malapetaka muncul. Bukan dalam artian penunggunya marah. Murni karena manfaat pohon yang hilang.

Pohon Pelindung Orang Bali

Hubungan orang Bali dalam melestarikan lingkungan hidup sudah berlangsung sejak lama. Kehidupan itu tertuang dalam banyak ritus hidup orang Bali yang kerap membutuhkan banyak elemen dari alam. Mangku Alit mencoba memberikan gambaran dalam sudut pandang lebih luas.

Dulu kala kehidupan orang Bali tak melulu berfokus di laut. Kondisi itu karena orang Bali memiliki konsep Gunung (hulu) dan laut (hilir). Gunung dianggap sebagai otak karena gunung yang tinggi dianggap dekat kepada Sang Pencipta.

Padangan itu membawa orang Bali banyak hidup di dekat sumber mata air di dekat pegunungan. Mereka bertahun-tahun mengamati sendiri bagaimana alam –utamanya pohon menyediakan segala macam sesuatu untuk keberlangsungan hidup orang Bali.

Pengamatan itu memberikan gambaran bahwa pohon tak hanya menjadi penyedia air dan oksigen belaka. Kehadiran pohon besar kerap berlaku bak pelindung orang Bali dalam menghalau malapetaka. Drama bencana alam seperti banjir ataupun longsor takkan memakan korban banyak kalau pohon tetap terjaga.

“Pohon yang notabene ada di wilayah mereka yang benar-benar memiliki sejarah. Pohon memiliki pertalian kuat dengan keberlangsungan desa orang Bali. Pohon itu ternyata ampuh membendung seisi desa dari bala bencana. Nah, akhirnya pohon dijadikan sebuah medium penting di zaman dulu. Sebagai tempat kepada mereka berterima kasih terhadap alam dan Sang Pencipta,” terang Mangku Alit.

Orang Bali pun memilih cara mengikat pohon dengan kain. Pohon dianggap bagian dari tatanan keselamatan hidup orang Bali. Gambaran itu membuat pohon sebagai sebuah medium yang disucikan dan jaga terus.

"Pengikatan pohon dengan kain sebagai bentuk bagaimana mereka benar-benar berusaha memuji Sang Pencipta. Bukan dalam artian wujud pohon adalah tuhan mereka. Tidak. Tetapi mereka yakin pohon yang mereka berikan upacara penyucian, pembersihan, dan lainnya sebagai medium memuji kebesaran tuhan dan segala ciptaannya. Itulah yang menjadi acuan di tanah Bali,” tambah Mangku Alit.

Pelajaran berharga dari pohon pun terus dilestarikan dari generasi dan generasi. Pohon-pohon besar di kampung hingga kota banyak dikenakan kain di Bali. Artinya, kearifan leluhur dan rasa terima kasih yang besar terhadap ciptaan Tuhan dapat menyelamat lingkungan hidup. Paling tidak dari bencana alam dan ancaman kepunahan flora dan fauna.

 

Share
Lifestyle
Pendaki Gunung Fuji Musim Panas ini Menurun Setelah Diberlakukan Biaya Masuk

Pendaki Gunung Fuji Musim Panas ini Menurun Setelah Diberlakukan Biaya Masuk

Penyanyi Era 90-an Puput Novel Meninggal Dunia di Usia 50 Tahun

Dunia hiburan tanah air kembali berduka. Artis yang populer di tahun 90-an, Puput Novel, tutup usia pada Minggu sore (8/9) di RS MMC Kuningan.

Aktris Drama Korea, Jo Bo Ah akan Menikah pada Bulan Oktober ini!

Aktis cantik Jo Bo Ah dikabarkan akan menikah dengan kekasihnya yang bukan dari kalangan selebriti

Makna Mendalam Lagu Wake Me Up When September Ends dari Green Day

Setiap kali September tiba, "Wake Me Up When September Ends" menjadi salah satu lagu ikonik di bulan ini. Lagu ini merupakan karya hits milik band punk rock asal Amerika Serikat, Green Day.

Rossa Ajak Ariel NOAH Remake Lagu Nada-Nada Cinta, Ini Alasannya

Tahun ini, Rossa meirilis ulang lagu ini dengan duet Bersama Ariel NOA untuk soundtrack film dokumenternya: All Access To Rossa 25 Shining Years yang dirilis 1 Agustus 2024 lalu.

Berita Terpopuler

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Kusni Kasdut dan Robin Hood: Kisah Kelam Pejuang Kemerdekaan Jadi...

Indonesia juga mengenal orang baik jadi jahat. Kusni Kasdut, namanya. Kusni Kasdut awalnya pejuang kemerdekaan yang berubah jadi penjahat yang paling dicari.

Kronologi Suami Artis Jennifer Coppen Meninggal Akibat Kecelakaan...

Kronologi suami Jennifer Coppen yang meninggal karena kecelakaan motor di Bali.

Celine Dion Sulit Kendalikan Ototnya karena Stiff Person Syndrome

Penyanyi asal Kanada, Celine Dion, saat ini tengah berjuang melawan penyakit Stiff Person Syndrome (SPS) sejak Desember 2022 lalu.