Petaka Jatuhnya Air Asia QZ8501 di Selat Karimata, Tak Ada yang Selamat

Petaka Jatuhnya Air Asia QZ8501 di Selat Karimata, Tak Ada yang Selamat
Ilustrasi - AirAsia QZ8501 jatuh di perairan Selat Karimata dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada 28 Desember 2014 akibat rusak sistem kemudi. (dok: pinterest)

SEAToday.com, Jakarta - Hampir 10 tahun lalu, pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ8501 jatuh di perairan Selat Karimata dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, pada 28 Desember 2014.

Pesawat ini lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya dan dijadwalkan akan mendarat di Bandara Internasional Changi, Singapura. Namun, pesawat tersebut jatuh akibat rusaknya sistem kemudi. Peristiwa ini pun membuat tidak ada satu pun yang selamat. Dua pilot, empat awak kabin, dan 156 penumpang dinyatakan tewas dalam kecelakaan ini.

Kronologi Jatuhnya

Pesawat QZ8501 terbang dari Bandara Juanda, Surabaya pada pukul 05.35 WIB. dengan ketinggian 32.000 kaki di atas permukaan laut. Pesawat dijadwalkan akan tiba di Singapura pada pukul 07.36 WIB.

Namun setelah lepas landas, pilot mendeteksi adanya gangguan pada sistem rudder travel limiter (RTL) di ekor pesawat. Gangguan ini terdeteksi lewat adanya tanda peringatan pada pukul 06.01 WIB.

Pilot pun berusaha mengatasi masalah ini dengan mengikuti prosedur yang tertuang dalam electronic centralized aircraft monitoring (ECAM).

Gangguan yang sama kembali muncul pada pukul 06.09 WIB dan membuat pilot melakukan tindakan dengan prosedur yang sama.

Empat menit berlalu setelah gangguan kedua, masalah di bagian yang sama dan peringatan serupa kembali muncul. Pilot pun kembali menjalankan prosedur berdasarkan ECAM. 

Pada pukul 06.15 WIB gangguan keempat kembali muncul. Namun, data dari black box menemukan bahwa pilot tidak melakukan penanganan yang sama.

Pukul 06.17, pesawat hanya tinggal sinyal di dalam radar ATC. Pesawat ini kemudian diketahui hilang kontak dengan pemandu lalu lintas udara pada pukul 06.18 WIB.

Pada pukul 06.20 WIB pesawat diperkirakan jatuh di perairan Selat Karimata.

Hasil Temuan Investigasi KNKT

Berdasarkan hasil temuan KNKT, diketahui setelah gangguan keempat terjadi, pilot mengubah prosedur yang tidak sesuai dengan ECAM. Pada gangguan keempat, masalah tersebut berbeda dengan tiga gangguan sebelumnya.

Gangguan yang keempat sempat dialami oleh QZ8501 di Bandara Internasional Juanda pada 25 Desember 2014. Saat itu, teknisi pesawat melakukan reset circuit breaker (CB) pada flight augmentation computer (FAC).

Investigator KNKT menduga, penanganan berbeda saat gangguan keempat dilakukan pilot setelah mengingat apa yang dilakukan teknisi pada 25 Desember tersebut.

Diduga pilot melakukan riset CB agar gangguan pada RTL bisa teratasi. Sayangnya, tindakan ini malah menonaktifkan FAC 1 dan 2.

Kedua komputer pun dalam kondisi tidak aktif sehingga menyebabkan kendali pesawat berganti dari normal law menjadi alternate law. Hal ini berarti QZ8501 tidak lagi terbang dengan mode autopilot, namun dilakukan secara manual.

Setelah itu, pesawat pun hilang kendali dan berguling sejauh 6 derajat per detik. Setelah sembilan detik tidak ada kemudi, AirAsia QZ8501 kemudian berguling sejauh 54 derajat. Pilot sebenarnya sempat mengendalikan pesawat yang berguling setelah ada input yang membuat posisinya normal.

Akan tetapi, hidung QZ8501 telah ke atas dan menyebabkan pesawat naik pada ketinggian yang ekstrem. Pada saat itu, kecepatan QZ8501 mencapai 11.000 kaki per menit, dari 32.000 kaki ke 38.000 kaki.

Saat ketinggian 38.000 kaki tersebut, pesawat ini berguling mencapai sudut 104 derajat. Pesawat juga mengalami daya angkat dengan kecepatan terendah mencapai 57 knot lalu turun ke ketinggian 29.000 kaki dengan kondisi stall dan kemiringan hingga 104 derajat.

Pada posisi ketinggian ini, badan pesawat sempat kembali dalam posisi normal, tetapi pesawat berada di luar kendali pilot.

Hal ini membuat AirAsia QZ8501 terjun ke laut sehingga menewaskan seluruh awak dan ratusan penumpang pesawat tersebut.

Kesimpulan Investigasi KNKT.

Dilansir dari Kementerian Perhubungan, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab kecelakaan tersebut berdasarkan laporan akhir investigasi KNKT, yaitu:

1. Retakan solder pada elektronik di RTLU menyebabkan hubungan yang berselang dan berakibat pada masalah yang berkelanjutan dan berulang.

2. Sistem perawatan pesawat dan analisis di perusahaan yang belum optimal mengakibatkan tidak terselesaikannya masalah yang berulang. Kejadian yang sama terjadi sebanyak empat kali dalam penerbangan.

3. Awak pesawat melaksanakan prosedur sesuai ECAM pada tiga gangguan yang pertama. Setelah gangguan keempat, FDR mencatat indikasi yang berbeda, indikasi ini serupa dengan kondisi di mana CB direset, sehingga berakibat terjadinya pemutusan arus listrik pada FAC.

4. Terputusnya arus listrik pada FAC menyebabkan autopilot disengage, flight control logic berubah dari normal law ke alternate law, kemudi bergerak dua derajat ke kiri. Kondisi ini mengakibatkan pesawat berguling mencapai sudut 54 derajat.

5. Pengendalian pesawat selanjutnya secara manual pada alternate law oleh awak pesawat telah menempatkan pesawat dalam kondisi upset dan stall secara berkepanjangan, sehingga berada di luar batas-batas penerbangang yang dapat dikendalikan oleh awak pesawat.