LIFESTYLE
Rapper Palestina Suarakan Dukungan untuk Gaza di Panggung Coachella 2024

SEAToday.com, California-Rapper berdarah Palestina-Prancis-Aljazair-Serbia, Saint Levant, mencuri atensi di jagat maya lewat penampilan debutnya di Coachella 2024 akhir pekan lalu. Ia membawakan lagu-lagu dan menyuarakan solidaritas Palestina di atas panggung.
Dilansir The New Arab, rapper berusia 23 tahun ini memainkan satu set yang dijadwalkan bertepatan dengan reuni No Doubt. Namun, tenda Gobi di festival gurun pasir tersebut tetap dipadati oleh penonton festival musik yang digelar di Indio, California, Amerika Serikat itu.
Pemilik nama lengkap Marwan Abdelhamid ini memainkan lagu-lagu hits dan karya-karyanya yang baru di hadapan para penggemarnya. Sebagian besar dari mereka terlihat mengenakan keffiyeh dan melambaikan bendera Palestina.
"Coachella, nama saya Saint Levant dan saya lahir di Yerusalem dan dibesarkan di Gaza," kata rapper itu seraya disambut sorak-sorai penonton. "Seperti yang saya harap kalian semua tahu, orang-orang Gaza telah mengalami genosida yang brutal dan kejam selama enam bulan terakhir. Dan orang-orang Palestina telah mengalami pendudukan brutal selama 75 tahun terakhir."
"Bukan hanya saya yang berada di atas panggung - tapi seluruh dunia Arab berada di atas panggung."
Ia menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di Jalur Gaza. Pada 2007, ia dan keluarganya mengungsi ke Yordania, di mana ia tinggal selama kurang lebih satu dekade sebelum pindah ke California, di mana ia sekarang tinggal di Los Angeles.
Lagu rap trilingual Saint Levant yang berjudul "Very Few Friends" menjadi viral setelah ia merilisnya pada November 2022, dan "From Gaza With Love" pada 2023 juga memiliki basis penggemar yang terus bertambah.
Selama set hari Sabtu, ia membawakan karya baru "Deira" dan "5am in Paris;" ia merilis yang terakhir beberapa hari yang lalu.
"Ini tentang pengasingan," katanya kepada para penonton Coachella. "Perasaan yang sangat kami pahami sebagai orang Palestina."
Perang Israel di Gaza telah menewaskan puluhan ribu orang dan membuat lebih banyak lagi mengungsi. Sekitar 1,5 juta orang telah mengungsi di kota Rafah di bagian selatan, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang mengatakan bahwa Israel memblokir konvoi bantuan makanan karena kelaparan.