SEAToday.com, Jakarta - Berbagai daerah di Tanah Air memiliki tradisi unik menyambut perayaan 17 Agustus, salah satunya Pacu Kude khas Aceh. Tradisi masyarakat Kabupaten Aceh Tengah ini merupakan lomba pacuan kuda tradisional dengan joki tanpa menggunakan pelana.
Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Pacu Kude kini juga dijalankan rutin dan masuk agenda pariwisata di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Menurut beberapa catatan sejarah serta dari cerita yang beredar, Pacu Kude di Gayo dimulai dari Bintang, pemukiman paling timur danau Lut Tawar Aceh Tengah.
Mengutip dari buku "Pacu Kude: Permainan Tradisional di Dataran Tinggi Gayo" yang ditulis Piet Rusydi dari Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh tahun 2011, Pacu Kude pertama-tama digelar sekitar 1850 dengan arena pacuan melintasi Wekef hingga Menye berjarak lebih kurang 1,5 kilometer, rutenya memanjang, bukan memutar seperti saat ini. Saat itu, Pacu Kude diselenggarakan saat luah berume atau lues belang (setelah panen padi).
Sebelum urang Gayo mengenal sarana transportasi modern, kuda berperan penting dalam banyak hal di sana, terutama sebagai sarana transportasi barang dan manusia serta kegiatan olah tanah di sawah.
Menurut AR. Hakim Aman Pinan dalam bukunya "Pesona Tanoh Gayo", menyatakan Pacu Kude di Pante Menye Bintang diselenggarakan saat pagi dan sore hari, setelah ashar. Satu sisi line pacuan dibatasi dengan air danau Lut Tawar dan sisi lainnya (timur) dengan pagar Geluni. Saat itu joki tidak dibenarkan memakai baju alias telanjang dada.
Kala itu, tidak ada disediakan hadiah, para pemenang hanya memperoleh "Gah" atau nama besar (marwah). Biasanya, Pacu Kude dilanjutkan dengan perayaan atau syukuran luah munoling (paska panen padi) yang biayanya diperoleh dengan berpegenapen (saling menyumbang biaya dan perlengkapan lainnya).
Versi lainnya, menurut Piet Rusydi, Pacu Kude adalah kegiatan iseng para pemuda setelah munoling (panen padi) khususnya di Bintang. Kuda-kuda yang berkeliaran saat Lues Belang ditangkap dengan opoh kerung (kain sarung-red) dan di pacu. Tradisi ini tanpa disadari dijadikan event tetap mulai 1930 yang melibatkan kuda-kuda serta joki dari beberapa kampung.
Seiring dengan terbentuknya Kabupaten Aceh Tengah pada 1956, penyelenggaraan event Pacu Kude diambil alih oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Gelaran ini terus berlanjut, digelar dalam memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia.
Artikel Rekomendasi
Rasa Nusantara
5 Kuliner Legendaris di Jakarta yang Bisa Dijangkau dengan Transp...
Berikut 5 kuliner legendaris di Jakarta yang bisa dijangkau dengan transportasi umum.
Selain Dodol, Ini Oleh-Oleh Khas Garut yang Wajib Dibawa Pulang
Berikut rekomendasi oleh-oleh khas Garut selain dodol.
5 Kedai Kopi Tertua di Indonesia, Ada yang Sejak 1921
Di Indonesia, terdapat banyak kedai kopi legendaris yang kehadirannya sudah puluhan bahkan ratusan tahun.
Makanan Indonesia Masuk Daftar 10 Besar Masakan Terbaik di Dunia...
Makanan Indonesia masuk daftar 100 Masakan Terbaik di Dunia atau "100 Best Cuisines in the World" dalam TasteAtlas Awards 24/25.
Trending Topik
Berita Terpopuler
Kusni Kasdut dan Robin Hood: Kisah Kelam Pejuang Kemerdekaan Jadi...
Indonesia juga mengenal orang baik jadi jahat. Kusni Kasdut, namanya. Kusni Kasdut awalnya pejuang kemerdekaan yang berubah jadi penjahat yang paling dicari.
Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah
Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah
Sejarah Blok M: Perjalanan Panjang Hadirkan Pusat Nongkrong Anak...
popularitas Blok M sebagai tempat nongkrong anak muda lintas generasi tak dibangun dalam waktu singkat. Ada jejak penjajah Belanda dan Ali Sadikin di dalamnya.
Penyanyi Era 70-an Dina Mariana Meninggal Dunia
Penyanyi era 70-an Dina Mariana meninggal dunia pada Minggu, 3 November 2024. Dina mengembuskan napas terakhir di usia 59 tahun.