• Jumat, 20 September 2024

Bung Karno dan Malaria: Fakta Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang Segelitir Orang Tahu

Bung Karno dan Malaria: Fakta Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang Segelitir Orang Tahu
Soekarno kala membaca teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di halaman rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur 56 pada 17 Agustus 1945| Perpustakaan Nasional/Frank Mendoer

SEAToday.com, Jakarta - Tiada yang meragukan peran Soekarno dan Mohammad Hatta dalam penyusunan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Keduanya memiliki kapasitas besar dalam mengumandangkan kemerdekaan Indonesia di jalan Pegangsaan Timur 56 pada 17 Agustus 1945.

Peristiwa itu jadi peristiwa terpenting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Namun, siapa sangka Bung Karno yang biasanya energik tidak dalam kondisi terbaiknya. Ia seraya menahan rasa lelah dan sakit dari penyakit malaria. Begini ceritanya.  

Informasi penjajah Jepang menyerah kepada sekutu bawa harapan baru pada 14 Agustus 1945. Peristiwa itu bawa aroma kemerdekaan Indonesia selangkah lagi menuju kenyataan. Masalahnya pejuang kemerdekaan tak lantas satu suara. Tujuannya memang merdeka, tapi caranya beda-beda.

Pejuang kemerdekaan golongan muda – Wikana, Sukarni, BM Diah, hingga Sayuti Melik merasa Indonesia sudah pantas merdeka. Jepang saja sudah keok. Armadanya perangnya sudah tentu kalang-kabut. Mereka merasa sudah waktunya bumiputra ambil alih kekuasaan.

Golongan tua yang didominasi Soekarno, Hatta, hingga Achmad Soebardjo sebaliknya. Mereka lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Mereka tak ingin kemerdekaan digelorakan secara terburu-buru.

Mereka ingin pejuang kemerdekaan membaca dulu situasi yang ada. Golongan tua berpandangan berperang dengan penjajah Jepang bukan solusi. Pejuang kemerdekaan kekurangan segalanya, apalagi senjata. Pandangan impulsif ala golongan muda dan kehati-hatian ala golongan tua dianggap wajar.

“Kalau saya katakan orang tua, adalah dalam pengertian usia hidup sebagai manusia. Dalam masa revolusioner, mereka seharusnya lebih revolusioner dari pemuda. Beda usia angkatan muda dan angkatan Bung Karno-Hatta-Soebardjo di waktu itu hanya antara 16-20 tahun. Kalau Sukarni, Chairul, dan saya berusia kira-kira 28 tahun (waktu itu), Bung Karno-Hatta, Soebardjo berusia antara 44 dan 48 tahun. Masih seharusnya tua revolusioner,” ungkap pejuang golongan muda, BM Diah dalam buku Catatan BM Diah (2018).

Hari-Hari Melelahkan

Perbedaan pendapat tak lantas selesai. Golongan muda menganggap golongan tua terlalu membuang-buang waktu. Golongan muda memilih cara kerasnya sendiri. Mereka berencana menculik dwitunggal, Soekarno-Hatta untuk berdiskusi serius terkait kemerdekaan.

Upaya penculikan dilakukan pada dini hari 16 Agustus 1945. Golongan muda menculik Hatta lebih dulu. Baru setelahnya mereka munculik Soekarno. Namun, Bung Karno memilih untuk mengajak istrinya, Fatmawati dan Guntur. Istrinya menggambarkan suasana dini hari sehabis sahur (kondisinya saat bulan Ramadan) begitu mencekam.

“Terdengar suara sayup-sayup mendesir dari balik semak-semak dan serombongan pemuda berpakaian seram masuk dengan diam-diam. Dengan menyandang pistol dan sebilah pisau panjang. Dengan gaya jagoan dia mencabut pisaunya dengan mata membelalak berseru: berpakaianlah Bung sudah tiba saatnya,” ujar Fatmawati dalam buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno (2016).

Keduanya kemudian dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Lokasi itu dianggap aman untuk berunding. Telingga Kempetai (intelejen Jepang) takkan sampai. Perundingan antara golongan muda dan tua tersaji. Sikap impulsif golongan muda, berjumpa dengan sikap keras kepala golongan tua.

Bung Karno tak mau proklamasi kemerdekaan berlangsung dengan terburu. Namun, perundingan itu mencapai puncak saat Soebardjo dari golongan tua datang. Kedatangan Soebardjo pun membuat kedua golongan bersepakat Proklamasi Kemerdekaan esok hari.

Golongan tua dan muda tanpa banyak istirahat buru-buru menuju Jakarta. Mereka langsung menggelar pertemuan untuk merumuskan naskah Proklamasi di rumah orang Jepang pro Indonesia, Laksamana Maeda.

Urusan penyusunan proklamasi tak mudah. Kondisi Soekarno-Hatta yang tak fit kembali digunakan untuk berpikir merumuskan naskah Proklamasi. Soekarno dan Hatta berbagi peran. Hatta yang mendikte isinya. Bung Karno yang menulis.

Naskah Proklamasi pun rangkum. Naskah itu dipresentasikan ke hadirin yang datang. Hatta meyebut mereka yang datang mencapai 40-50 orang. Perdebatan pun selesai pada dini hari pada 17 Agustus 1945.

Pejuang kemerdekaan pun menutup kebersamaan di rumah Maeda dengan sahur bersama. Mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Bung Karno pun begitu. Namun, kondisi kesehatannya sedang tidak baik-baik saja. Ia lelah bukan main karena dua hari tak tidur. Ia kena penyakit malaria pula.

“Aku bukan hanya tidak tidur selama dua hari, melainkan juga sedang mengalami serangan malaria. Badanku menggigil dari kepala sampai ke kaki. Suhu tubuhku naik sampai 40 derajat. Meski sakitku sangat parah, aku tak dapat pergi tidur begitu sampai rumah. aku langsung ke meja tlisku dan duduk di sana selama berjam-jam,” tegas Bung Karno ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung lIdah Rakyat Indonesia (2014).

Segera Diobati

Bung Karno tak lantas tertidur. Ia memilih untuk menyibuk diri dengan menulis petunjuk-petunjuk, dari urusan pertahanan hingga cara mengambil alih kekuasaan tingkat desa. Namun, apa daya, tubuh Bung Karno tak mampu menanggung semangat tingginya. Bung Karno lantas terlelap pada pukul 06:00.

Kondisi Bung Karno pun segera diperiksa oleh sahabat sekaligus dokter pribadinya, R. Soeharto. Ia masuk ke kamar Bung Karno yang sedang tertidur dan menanyakan keluhan pada pukul 08:00. R. Soeharto mengetahui Bung Karno mengidap malaria. Ia langsung memberikan penanganan.

“Segera saya memeriksa Bung Karno. Meskipun saya tidak menemukan gejala-gejala lain, tetapi atas persetujuannya saya suntikan chinine-urethan intramusculair, selanjutnya mempersilakan minum broom chinine,” ungkap R. Soeharto dalam buku Saksi Sejarah (1984).

Bung Karno lalu bangun pada 09:30. Panas badannya sudah mendingan dan segera berberes. Ia lalu mengenakan busana serba putih: celena lena putih dan kemeja putih. kala itu busana seperti itu dianggap busana pemimpin.

Suntikan itu bak energi baru. Bung Karno segera melangkah ke halaman rumahnya untuk mengumandangkan Indonesia merdeka. Ia lalu membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Nama Bung Karno dan Bung Hatta lalu disebut sebagai perwakilan rakyat Indonesia dalam prosesi sakral itu.

Rakyat Indonesia bersorak gembira. Bendera Sang Saka Merah Putih dikibarkan tanpa takut. Berita proklamasi pun mulai disebar lewat berbagai medium. Radio, Koran, dan teks proklamasi. Berkat Dokter R. Soeharto pun Bung Karno dikenal lantang mengucapkan pekikan Indonesia merdeka.

 

Share
Lifestyle
Pendaki Gunung Fuji Musim Panas ini Menurun Setelah Diberlakukan Biaya Masuk

Pendaki Gunung Fuji Musim Panas ini Menurun Setelah Diberlakukan Biaya Masuk

Penyanyi Era 90-an Puput Novel Meninggal Dunia di Usia 50 Tahun

Dunia hiburan tanah air kembali berduka. Artis yang populer di tahun 90-an, Puput Novel, tutup usia pada Minggu sore (8/9) di RS MMC Kuningan.

Aktris Drama Korea, Jo Bo Ah akan Menikah pada Bulan Oktober ini!

Aktis cantik Jo Bo Ah dikabarkan akan menikah dengan kekasihnya yang bukan dari kalangan selebriti

Makna Mendalam Lagu Wake Me Up When September Ends dari Green Day

Setiap kali September tiba, "Wake Me Up When September Ends" menjadi salah satu lagu ikonik di bulan ini. Lagu ini merupakan karya hits milik band punk rock asal Amerika Serikat, Green Day.

Rossa Ajak Ariel NOAH Remake Lagu Nada-Nada Cinta, Ini Alasannya

Tahun ini, Rossa meirilis ulang lagu ini dengan duet Bersama Ariel NOA untuk soundtrack film dokumenternya: All Access To Rossa 25 Shining Years yang dirilis 1 Agustus 2024 lalu.

Berita Terpopuler

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Kusni Kasdut dan Robin Hood: Kisah Kelam Pejuang Kemerdekaan Jadi...

Indonesia juga mengenal orang baik jadi jahat. Kusni Kasdut, namanya. Kusni Kasdut awalnya pejuang kemerdekaan yang berubah jadi penjahat yang paling dicari.

Kronologi Suami Artis Jennifer Coppen Meninggal Akibat Kecelakaan...

Kronologi suami Jennifer Coppen yang meninggal karena kecelakaan motor di Bali.

Celine Dion Sulit Kendalikan Ototnya karena Stiff Person Syndrome

Penyanyi asal Kanada, Celine Dion, saat ini tengah berjuang melawan penyakit Stiff Person Syndrome (SPS) sejak Desember 2022 lalu.