Kim Young Sam dan Korean Wave: Awal Mula Gelombang Drakor hingga K-Pop Mendunia
SEAToday.com, Jakarta - Tak banyak negara Asia yang mampu menembus industri kreatif dunia. Dulu, negara Asia yang punya daya saing di industri tersebut terbatas kepada Jepang, Tiongkok, dan Taiwan. Industri kreatifnya mapan. Elemen budaya juga ikut tersebar dengan saksama. Korea Selatan (Korsel) datang agak terlambat dan mengubah segalanya.
Peran besar Kim Young Sam ada di baliknya. Presiden Korsel era 1993-1998 berhasil menaikkan derajat industri kreatif Negeri Ginseng. Ia jadi sosok sentral merebaknya Korean Wave (Hallyu) mendunia: drama Korea (drakor) hingga K-Pop. Begini ceritanya.
Jean Paul Sartre tak percaya garis hidup seseorang dapat diramal dari lahir. Filsuf asal Prancis itu menyakini eksistensi manusia, utamanya masa depan seseorang tergantung pada pemikiran dan tindakannya.
Pandangan Sartre diamini oleh pejuang demokrasi Korsel, Kim Young Sam. Pria kelahiran Geoje, 14 Januari 1929 itu terlahir dari keluarga yang menekuni usaha perikanan. Keluarga tak pernah meramalkan Kim jadi pemimpin negara.
Paling banter Kim dianggap melanjuti usaha keluarganya di bidang perikanan. Keinginan itu paling realistis mengingat pemerintah Korsel yang militeristik nan represif. Namun, kesadaran diri Young Sam membawakan ke gelanggang politik sebagai oposisi.
Ia dikenal sebagai aktivis yang menentang militer berkuasa. Young Sam ingin Korsel mengadopsi sistem demokrasi. Keinginan itu membuatnya jadi otak utama dari banyak aksi turun ke jalanan. Ia mampu mengajak mahasiswa dan rakyat Korsel menyuarakan hal yang sama.
Pemerintah Korsel geram bukan main. Young Sam pernah di penjara, bahkan pernah pula berstatus tahanan rumah. Namun, penahanan tak membuat nyalinya ciut. Ia terus saja berisik dari era kepemimpinan Presiden Jenderal Park Chung Hee 1962-1979) hingga Jenderal Chun Doo Hwan (1980-1988).
Perjuangannya pun terbalas pada era 1990-an. Ia segera memanfaatkan mesin politik, Partai Partai Liberal Demokrat (sekarang: Partai Korea Baru) dan dukungan rakyat Korea. Jasanya melawan rezim represif berbuah dukungan hingga ia jadi Presiden Korsel yang baru pada 1992.
“Menangnya Kim sendiri mencerminkan unggulnya demokrasi. Kim yang usianya memasuki 65 tahun sejak 1955, tujuh tahun setelah Korsel berdaulat, secara sadar mendudukkan dirinya di posisi oposisi. Bersama Kim Dae Jung mereka dijuluki pengawal bendera demokrasi,” ujar Seiici Okawa dan Didi Prambadi dalam laporannya di majalah Tempo berjudul Sang Pengawal Demokrasi, 26 Desember 1992.
Revolusi Budaya
Kim Young Sam berhasil membuktikan bahwa pemikiran dan tindakannya bawa dia jadi orang nomor satu Korsel. Ia lalu menjelma jadi pemimpin yang mencintai rakyat. Ia memiliki visi cemerlang terkait masa depan Korsel.
Ia tak menginginkan Korsel muncul sebagai negara nomor dua atau tiga. Ia ingin Korsel mampu jadi pemuncak negara Asia yang ekonominya mentereng di dunia.
Niatan itu tak cuma pepesan kosong belaka. Gebrakan Revolusi Budaya ala Young Sam dimulai sedari 1994. Young Sam membawa pemerintah menggerakan mesinnya untuk memajukan urusan budaya dan ekonomi baru – dalam hal ini ekonomi kreatif.
Langkah politiknya terkenal revolusioner. Ia mencoba menghilangkan sensor film dan lagu penginggalan rezim militer. Ia berpandangan aksi sensar-sensor dapat membatasi kreativitas rakyat Korsel. Buahnya Rakyat Korsel dapat dengan bebas menjelajahi budaya global.
Kebaikkannya diambil, keburukannya ditinggalkan. Begitulah keinginan Young Sam. Budaya-budaya populer dianggapnya bisa menjadi amunisi daya cipta rakyat Korsel terhadap industri kreatif. Sandarannya jelas – budaya pop, inovasi dan tekonologi.
“Dalam konteks inilah revolusi budaya Kim Young-Sam mengedepankan tidak hanya 'industri budaya' sebagai sektor ekonomi baru tetapi juga kesejahteraan budaya, terutama perluasan infrastruktur budaya bangsa dan peningkatan kenikmatan budaya publik,” ujar Hye Kyung Lee dalam buku Cultural policy in South Korea (2009).
Fokus Young Sam mendapatkan dukungan yang luas. Rakyat Korsel menganggap keinginannya dapat membuat Korsel jadi bangsa yang besar. Korsel dianggap akan menandingi negara-negara di Asia yang lebih dulu mendunia. Young sam juga ingin supaya bangsa Korsel setera dengan negara-negara maju.
Keseriusan itu ditunjukkan dnegan investasi besar-besaran bagi pemajuan budaya. Segala macam budaya, bangunan, hingga tradisi peninggalan kolonial coba dihilangkan. Young Sam pun mulai mengarahkan dukungannya dukungan kepada kemajuan budaya supaya dikenal dunia.
Ia tak hanya menaruh dukungannya kepada lembaga pemerintah saja. Mereka yang berada dalam koridor swasta juga ikut kebagian kue. Barang siapa yang berani berkreativitas akan didukung, utamanya para sineas-sineas untuk mengemas budaya Korsel lewat film drama (Drakor) dan K-Pop.
Gelombang Hallyu
Inisiasi yang dilakukan Kim Young Sam punya pengaruh besar. Industri kreatif Korsel terus bertumbuh di era 1990-an. Drakor, hingga K-Pop mulai digemari banyak orang. Seisi Korsel mendukung penuh kemajuan industri kreatif ala Young Sam.
Kebebasan para sineas mengembangkan ide cerita jadi muaranya. Sekalipun tetap dalam koridor bermain aman karena tak mau menyindir terkait Korea Utara. Drakor jadi banyak diisi oleh tema-tema percintaan melankolis macam Winter Sonata, Jewel in the Palace, dan Full House.
“Ternyata dengan tema ‘aman’ itulah drakor justru berhasil membentuk formula yang pas di hati penonton: kisah cinta mengharukan. Bintang cantik, tampan, dan pemandangan alam Korea Selatan yang indah terutama diangkat ketika musim dingin dan semi-menjadi bagian dari ramuan cerita,” ujar Ibnu Rusydi dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Kecanduan ‘Hujan’ dari Korea, 14 Desember 2009.
Deretan drakor jadi jalan Korsel merebut pasar industri kreatif Asia, kemudian dunia. Peristiwa itu dikenal sebagai sebagai Korean Wave - Hallyu. Indonesia jadi salah satu negara yang keranjingan dengan Korean wave. Segala sesuatu yang berbau korea mudah saja digemari oleh anak mudanya.
Korean Wave pun membawa banyak manfaat. Pemerintah Korsel dapat kebanggaan. Artis dan musisi dapat popularitas. Budaya Korsel juga cepat menyebar dalam lini-lini kehidupan sehari-hari anak muda di dunia.
Kekuatan drakor lalu dikuatkan dengan kemunculan bintang K-Pop. Boyband dan Girlband asal Korsel terus bermunculan hingga generasi BTS dan Blackpink. Mereka jadi ujung tombak kepopuleran Hallyu mendunia.
Pemerintah Korsel pun lantas memanfaatkan gebrakan Korean Wave sebagai instrumen perekat hubungan kenegaraan. K-Pop jadi bagian dari siasat Soft Power Diplomacy ala Korsel yang terbukti berhasil.
“Hasil kolektif dari kehebatan Korea, yang telah berkembang di seluruh dunia selama lebih dari satu dekade terakhir – tidak hanya dalam musik tetapi juga dalam film, video game, TV, mode, dan makanan – akan dirayakan dalam sebuah pameran besar di Victoria and Albert Museum (V&A) di London pada akhir bulan ini yang disebut Hallyu! Gelombang Korea ,” ujar Tim Adams dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul K-everything: the Rise and Rise of Korean Culture, 4 September 2022.
Kehadiran demam Korea membuat kita memahami bahwa suatu gebrakan besar tak muncul secara tiba-tiba. Gebrakan itu butuh sosok pendobrak budaya yang berani. Kebetulan sosok itu adalah Park Young Sam.
Jasanya besar bagi masa depan industri kreatif Korsel. Tanpanya boleh jadi takkan ada BTS dan Blackpink. Takkan ada pula film Parasite (2019) yang berhasil menembus dan bawa pulang banyak Piala Oscar.
Artikel Rekomendasi
Lifestyle
Lisa BLACKPINK Rilis Album Solo Pertama Alter Ego Februari 2025
Lisa BLACKPINK akan merilis album solo perdananya berjudul "Alter Ego" pada 28 Februari 2025.
Gandeng Aulion, Indonesia Kaya Hadirkan Musikal Dangdut: Kukejar...
Indonesia Kaya berkolaborasi dengan Aulion akan menggelar "Musikal Dangdut: Kukejar Kau Sayang" pada 29 November - 1 Desember 2024 di Graha Bhakti Budaya, TIM.
Sukses dengan Lagu APT, Rose BLACKPINK Akan Rilis Single Baru
Rose BLACKPINK akan merilis single terbaru berjudul "Number One Girl" usai sukses dengan lagu "APT" karya kolaborasi bersama Bruno Mars.
Lewat Film JESEDEF, Nirina Zubir Kembali Bawa Pulang Piala Citra...
Aktris Nirina Zubir berhasil kembali membawa pulang Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2024 setelah 18 tahun.
Berita Terpopuler
Kusni Kasdut dan Robin Hood: Kisah Kelam Pejuang Kemerdekaan Jadi...
Indonesia juga mengenal orang baik jadi jahat. Kusni Kasdut, namanya. Kusni Kasdut awalnya pejuang kemerdekaan yang berubah jadi penjahat yang paling dicari.
Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah
Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah
Sejarah Blok M: Perjalanan Panjang Hadirkan Pusat Nongkrong Anak...
popularitas Blok M sebagai tempat nongkrong anak muda lintas generasi tak dibangun dalam waktu singkat. Ada jejak penjajah Belanda dan Ali Sadikin di dalamnya.
Penyanyi Era 70-an Dina Mariana Meninggal Dunia
Penyanyi era 70-an Dina Mariana meninggal dunia pada Minggu, 3 November 2024. Dina mengembuskan napas terakhir di usia 59 tahun.
Kisah Hidup Pesulap Pak Tarno: Pernah Sukses, Kini Stroke dan Jad...
Kisah hidup pesulap Pak Tarno yang menyedihkan, kini stroke dan jualan mainan anak.