Fakta Unik: Warna Pink Awalnya Disematkan untuk Laki-laki, Loh!

Fakta Unik: Warna Pink Awalnya Disematkan untuk Laki-laki, Loh!
Ilustrasi pengelompokan gender dengan warna pink dan biru. (Shutterstock)

SEAToday.com, Jakarta – Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan kerap ditandai dengan warna, yaitu biru untuk laki-laki dan pink untuk perempuan. Dari tahun-tahun ke tahun, dua warna ini sudah melekat pada masing-masing gender.

Namun, berdasarkan catatan sejarah, ternyata dulu warna pink justru digunakan untuk laki-laki, sedangkan perempuan menggunakan warna biru. Lalu, bagaimana bisa bertukar seperti sekarang? Begini ceritanya.

Pergeseran gender warna menjadi seperti sekarang, terjadi secara bertahap. Seperti yang ditulis oleh Jo Paoletti, professor dari Universitas Maryland, Amerika Serikat dalam “Pink and Blue: Telling The Boys from the Girls in America.”

Warna pastel baru dikenalkan pada abad ke 19, namun saat itu belum dikelompokan berdasarkan gender. Pengelompokan gender menggunakan warna dimulai pada tahun 1918, warna biru untuk perempuan dan merah muda untuk laki-laki.

Tentu ada alasan dibalik pengelompokan ini. Leatrice Eiseman, seorang ahli warna dan Direktur Eksekutif dari Pantone Color Institute mengatakan, "pink terkait dengan warna merah yang bersemangat, bergairah, lebih aktif, lebih agresif. Sehingga, warna ini diasosiasikan dengan anak laki-laki. Sedangkan warna biru dikaitkan dengan Virgin Mary, sehingga konotasinya pun lebih feminin.”

Semua itu memengaruhi para orang tua untuk mempertimbangkan kesesuaian antara warna produk dengan jenis kelamin anaknya. Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat cenderung mengaitkan warna pink dengan perempuan. Mereka merasa, warna merah yang identik dengan nuansa romantis dan emosional lebih pas dengan perempuan.

Karena itulah, memasuki tahun 1940 kode gender untuk pink dan biru mulai berubah dimana anak perempuan lebih sering memakai warna pink daripada anak laki-laki. Dunia fashion juga turut membuat perubahan stereotip ini populer. Produk pink untuk perempuan dan biru untuk laki-laki jadi trend.

Di tahun 1960, pengelompokkan warna untuk gender ditentang oleh para perempuan yang bergabung dalam Women’s Liberation Movement. Mereka mulai mempopulerkan pakaian unisex. Fashion dengan warna dan model netral, jadi trend hingga tahun 80-an.

Di tahun 80-an test prenatal mulai muncul. Para calon orang tua dapat mengetahui jenis kelamin bayi mereka sebelum lahir sehingga memungkin untuk menyiapkan segala kebutuhan bayi sejak masih di kandungan.

Seiring dengan trend ini, produk-produk yang dipersonalisasi semakin diminati. Pengelompokan warna gender kembali diminati. Warna pink untuk perempuan dan biru untuk laki-laki.

Dampak adanya steriotip warna berdasarkan gender ini, membuat laki-laki merasa enggan dan malu mengenakan pakaian berwarna pink. Sementara, untuk perempuan, situasinya lebih netral, bisa mengenakan kedua warna gender tersebut tanpa risih dengan stereotip tertentu.