SEAToday.com, Jakarta - Rapper Amerika Serikat, Macklemore menyebut bahwa dirinya akan membatalkan konser di Dubai. Hal ini dipicu krisis yang tengah berlangsung di Sudan dan peran Uni Emirat Arab (UEA) dalam "genosida dan krisis kemanusiaan di wilayah tersebut."

Pemilik nama lengkap Benjamin Hammond Haggerty ini mengungkapnya melalui sebuah unggahan di akun Instagram pribadinya, Sabtu, 24 Agustus 2024. Macklemore mengatakan keputusan ini diambilnya usai 10 bulan menyaksikan kekejaman Israel dalam perang di Gaza, dan juga kekerasan di Sudan.

Pria berusia 41 tahun ini mengatakan bahwa keputusan itu diambil usai banyak penggemar dan pendukungnya mendesaknya untuk membatalkan acara tersebut. Tak sedikit pula yang juga membagikan sumber-sumber yang merinci apa yang terjadi di Sudan.

Ia menjelaskan situasi di Sudan dalam unggahannya, menyoroti bahwa ada lebih dari 10 juta orang yang telah mengungsi, dan jutaan orang lainnya menghadapi kelaparan dan kekerasan seksual yang akan segera terjadi.

"Meskipun banyak kekuatan eksternal yang berkontribusi terhadap krisis ini, para advokat, organisator, jurnalis, dan pejabat berulang kali menyoroti peran UEA dalam mendanai milisi RSF sebagai faktor utama," demikian tulisnya.

Dilansir dari The New Arab, lekerasan di Sudan meletus pada April 2023, dengan UEA dituduh mendukung Rapid Support Forces (RSF). Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah mendokumentasikan keterlibatan RSF dalam pembunuhan, pemerkosaan, dan penjarahan terhadap penduduk non-Arab di Darfur Barat.

Walau UEA membantah memasok senjata atau amunisi kepada salah satu faksi yang bertikai di Sudan, Human Rights Watch sebelumnya mengatakan bahwa kekerasan di Sudan dapat dikategorikan sebagai genosida. Setidaknya 150.000 orang telah terbunuh dalam kekerasan di Sudan, termasuk banyak anak-anak.

"Jika saya menerima uang tersebut sementara saya tahu bahwa hal itu tidak sesuai dengan jiwa saya, apa bedanya saya dengan para politisi yang selama ini saya protes secara aktif? Bagaimana saya bisa marah dengan kurangnya integritas mereka sementara mengorbankan integritas saya sendiri? Apa bedanya saya dengan negara-negara yang mengutamakan dolar dan kekuasaan di atas kehidupan manusia?" lanjutnya.

Ia menegaskan, "Kita telah dengan sengaja dikondisikan untuk bersikap apatis terhadap isu-isu di luar kebutuhan pribadi kita. Namun penderitaan rakyat Palestina telah membangunkan dunia. Meskipun pembongkaran penindasan sistematis mungkin tidak akan sepenuhnya terjadi selama hidup saya, analisis kolektif kita terus berkembang."