• Jumat, 20 September 2024

Kisah Sang Saka Merah Putih, Hasil Jahitan Tangan Fatmawati Soekarno

Kisah Sang Saka Merah Putih, Hasil Jahitan Tangan Fatmawati Soekarno
Monumen Fatmawati Soekarno sedang menjahit Bendera Sang Saka Merah Putih di Bengkulu | Twitter @Setkabgoid

SEAToday.com, Jakarta - Duplikat bendera pusaka Merah Putih telah disiapkan untuk peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Indonesia di Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur pada 17 Agustus 2024. Momentum itu jadi kali pertama duplikat bendera pusaka digunakan untuk puncak HUT kemerdekaan Indonesia di luar kota.

Namun, pengibaran bendera Merah Putih tak dapat dilepaskan dari peran besar Fatmawati Soekarno. Dulu kala Fatmawati berjuang keras untuk menjahit bendera Sang Saka Merah Putih. Upaya itu penuh pengorbanan dan kecintaan. Begini ceritanya.

Bendera Sang Saka Merah Putih punya arti penting dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Pejuang kemerdekaan kerap mengkramatkannya. Mulanya pengibaran bendera Merah Putih jadi cari pejuang kemerdekaan Indonesia membakar semangat kaum bumiputra era penjajahan untuk merdeka.

Belanda pun ketakutan. Jepang juga. Jepang sampai membuat aturan bahwa satu-satunya bendera yang boleh berkibar hanya bendera Jepang Hinomaru. Momentum itu membuat kaum bumiputra di seantero Nusantara terpukul.

Cita-cita kemerdekaan bak mundur. Namun, penjajah Jepang tak selamanya berani keras. Mereka mulai memahami ambisi Negeri Matahari Terbit jadi negara kuat tak dapat berjalan mulus tanpa bantuan kaum bumiputra.

Mereka mulai mengajak kaum bumiputra berkolaborasi dalam pemerintahan militer. Mereka menjanjikan Indonesia merdeka dan mengizinkan bendera Merah Putih berkibar tanpa ada larangan. Serangkaian janji itu tertuang dalam Deklarasi Koiso pada 6 September 1944.

“Untuk menyambut deklarasi Koiso, di seluruh Nusantara diadakan pertemuan besar-besaran untuk menunjukkan dukungan dan terima kasih kepada Tokyo. Bendera dan lagu kebangsaan Indonesia akhirnya diperbolehkan, begitu pula penggunaan slogan merdeka,” ungkap sejarawan Harry Poeze dan Henk Schulte Nordholt dalam buku Merdeka (2023).

Efeknya menjalar ke mana-mana. Bendera Merah Putih berkibar dari kota hingga desa. Mereka yang melihatnya kian semangat dan pekikan Merdeka jadi sering terdengar. Deru semangat rakyat untuk merdeka kian menyala dan tak tertahankan.

Fatmawati Jahit Bendera Merah Putih

Seisi Indonesia seraya ingin mengibarkan bendera Merah Putih. Kantor-kantor hingga rumah pejuang kemerdekaan dipasangi bendera Merah Putih. Tiada yang tidak mengusahakan bendera Merah Putih dipasang di rumahnya.

Soekarno dan Fatmawati tak mau ketinggalan. Mereka ingin mengibarkan sebuah bendera Merah Putih besar sebagai tanda perjuangan. Keinginan itu sulit terealisasi di era Perang Dunia II. Kain yang bagus jadi salah satu kebutuhan yang sulit didapat. Kalau ada harganya akan sangat mahal.

Kain yang ada di rumah Bung Karno jalan Pegangsaan Timur 56 hanya ada kain goni. Itupun kain itu terlalu berat digunakan sebagai bendera. Bung Karno lalu meninta istrinya cari bantuan. Sementara Bung Karno disibukkan dengan urusan besar lainnya.

Fatmawati pun mencoba meminta tolong kepada pemuda Chairul Bahri. Tugas itu dilakukan dengan baik olehnya. Chairul Bahri tak habis akal mencari kain. Ia lalu menyatakan keinginan kebutuhan bahan bendera kepada kepala Sendenbu (departemen Propaganda), Hitoshi Shimizu.

Shimizu yang pro dengan kemerdekaan Indonesia langsung mengusahakannya. Kain merah dan putih itu diambil Shimizu dari Gudang Jepang. Dua blok kain merah putih lalu di bawa Chairul Bahri ke Fatmawati.

Fatmawati senang bukan main. Ia yang sedang mengandung anak pertamanya langsung menjahit bendera merah putih pada Oktober 1944. Ia menggunakan mesin jahit tangan, karena ia tak diizinkan menggunakan mesin jahit kaki karena kondisi kesehatan.

Bendera itu tak langsung jadi dalam sehari, tetapi berhari-hari. Kadang kala Fatmawati mengisak tangis. Ia terharu bak tak percaya Indonesia akhirnya dekat dengan gerbang kemerdekaan.

Bendera yang dibuat Fatmawati akhirnya rampung. Tapi tak dalam ukuran standar sebuah bendera pada umumnya.

“Bentuk dan ukuran bendera itu tidak sesuai dengan ukuran resmi. Karena ukurannya tidak sempurna, maka sebenarnya kain itu tak disiapkan untuk bendera,” ujar Nugroho Notosusanto dan kawan-kawan dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Volume 6 (1993).

Bendera itu mulanya berukuran 2x3 meter. Namun, belakangan menciut karena faktor sering dicuci dan usia. Bendera itu lalu disimpannya. Fatmawati pun larut dalam suasana hadirnya anak pertama, Guntur Soekarnoputra.

“Karena sering dicuci di masa lalu, bendera itu mengerut menjadi 196 cm-274 cm,”pungkas Kukuh Pamuji dalam buku Menyelisik Museum Istana Kepresidenan Jakarta (2020).

Berkibarlah Bendera Merah Putih

Pedebatan antaran pejuang gelongan tua dan muda terus terjadi. Golongan tua seperti Soekarno dan Hatta menganggap kemerdekaan harus menanti restu Jepang. Golongan muda yang diisi macam Sayuti Melik hingga Soekarni tak setuju.

Mereka menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Mereka ingin memaksa keduanya untuk segera mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Kesepakatan muncul. Proklamasi kemerdekaan akan berlangsung pada 17 Agustus 1945.

Sehari sebelumnya, golongan tua dan muda berkumpul merumuskan naskah Proklamasi di rumah Laksamana Meida, salah satu petinggi Jepang yang pro Indonesia. Awalnya proklamasi direncanakan di Lapangan IKADA. Namun, berubah jadi di halaman rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur 56.

Suasananya serba dadakan. Persiapan seadanya disiapkan. Bendera yang telah dijahit Fatmawati satu tahun lalu diminta untuk dikibarkan. Fatmawati lalu mengambilnya dan memberikan kepada golongan muda.

“Bendera itu aku berikan pada salah seorang yang hadir di tempat di depan kamar tidurku. Nampak olehku di antara mereka adalah Mas Diro (Sudiro ex Walikota DKI), Suhud, Kolonel Latief Hendraningrat. Segera kami menuju ke tempat upacara, paling depan Bung Karno disusul oleh Bung Hatta, kemudian aku,” tegas Fatmawati dalam buku Catatan Kecil bersama Bung Karno (2016).

Peristiwa besar bagi bangsa Indonesia terjadi. Soekarno-Hatta mewakili segenap bangsa Indonesia menyatakan merdeka dari belenggu pejajahan. Fatmawati pun turut andil bagian dalam peristiwa penting itu. Ia tak saja jadi saksi sejarah Proklamasi, tapi buah tangannya, bendera Sang Saka Merah Putih turut dikenang.

Share
Lifestyle
Pendaki Gunung Fuji Musim Panas ini Menurun Setelah Diberlakukan Biaya Masuk

Pendaki Gunung Fuji Musim Panas ini Menurun Setelah Diberlakukan Biaya Masuk

Penyanyi Era 90-an Puput Novel Meninggal Dunia di Usia 50 Tahun

Dunia hiburan tanah air kembali berduka. Artis yang populer di tahun 90-an, Puput Novel, tutup usia pada Minggu sore (8/9) di RS MMC Kuningan.

Aktris Drama Korea, Jo Bo Ah akan Menikah pada Bulan Oktober ini!

Aktis cantik Jo Bo Ah dikabarkan akan menikah dengan kekasihnya yang bukan dari kalangan selebriti

Makna Mendalam Lagu Wake Me Up When September Ends dari Green Day

Setiap kali September tiba, "Wake Me Up When September Ends" menjadi salah satu lagu ikonik di bulan ini. Lagu ini merupakan karya hits milik band punk rock asal Amerika Serikat, Green Day.

Rossa Ajak Ariel NOAH Remake Lagu Nada-Nada Cinta, Ini Alasannya

Tahun ini, Rossa meirilis ulang lagu ini dengan duet Bersama Ariel NOA untuk soundtrack film dokumenternya: All Access To Rossa 25 Shining Years yang dirilis 1 Agustus 2024 lalu.

Berita Terpopuler

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah

Kusni Kasdut dan Robin Hood: Kisah Kelam Pejuang Kemerdekaan Jadi...

Indonesia juga mengenal orang baik jadi jahat. Kusni Kasdut, namanya. Kusni Kasdut awalnya pejuang kemerdekaan yang berubah jadi penjahat yang paling dicari.

Kronologi Suami Artis Jennifer Coppen Meninggal Akibat Kecelakaan...

Kronologi suami Jennifer Coppen yang meninggal karena kecelakaan motor di Bali.

Celine Dion Sulit Kendalikan Ototnya karena Stiff Person Syndrome

Penyanyi asal Kanada, Celine Dion, saat ini tengah berjuang melawan penyakit Stiff Person Syndrome (SPS) sejak Desember 2022 lalu.