Kisah Brian Epstein: Otak Genius di Balik Mendunianya The Beatles
SEAToday.com, Jakarta - Imej manusia sebagai mahluk sosial memang melekat. Tiada manusia yang bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia saling mengisi dan melengkapi. Kondisi yang sama hadir pula dalam belantika musik. Jago nyanyi saja tak cukup. Apalagi, cuma modal bisa main alat musik saja. Ambil contoh The Beatles.
Band legendaris asal Liverpool itu kiranya hanya akan menghabiskan waktu mengamen di Jerman saja jika mengandalkan tenaga personelnya sendiri. Namun, cerita jadi beda karena semesta mepertemukan mereka dengan seorang genius. Brian Epstein, namanya. Begini ceritanya.
Iklim kreativitas menyala di Kota Liverpool era 1960-an. Penyanyi dan grup musik terus bertumbuh. Band kenamaan asal Liverpool, The Beatles jadi salah satunya. Band yang dipelopori anak muda Liverpool itu getol mencari panggung.
Semangat John Lennon (gitar pengiring, vokal), Paul McCartney ( bass, vokal), George Harrison (gitar, vokal), Pete Best (kemudian diganti: Ringgo Star bagian drum), hingga Stuart Sutcliffe (bass) terus membara untuk itu. Mereka mengeksplorasi dunia rock and roll.
The Beatles turut mencoba peruntungan dnegan mengamen di Hamburg, Jerman. Aktivitas mengamen itu rutin dilakukan hingga warga setempat suka The Beatles.
Masalahnya tak cuma ketenaran yang mereka raih. Kehidupan musik di Hamburg menjadi jembatan mereka mengenal juga jenis dosa baru: wanita dan narkoba.
“Star Club di Hamburg, salah satu tempat utama di mana empat personel Liverpool yang kurang dikenal menjelma menjadi Fab Four, diberi status khusus di antara penggemar Beatles. Di hadapan penonton yang lebih tertarik pada kenikmatan seksual di distrik lampu merah Reeperbahn di Hamburg, The Beatles tidak hanya membawakan lagu-lagu mereka sendiri, tapi juga lagu-lagu dari musisi lain,” ujar Jamie Doward dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul Beatles for sale: Hamburg Strip Club Tapes Capture Band on Brink of Fame, 14 Februari 2015.
Personel Kelima The Beatles
Muncul dari panggung ke panggung lainnya tak lantas membuat The Beatles dilirik oleh label rekaman. Namun, popularitas yang dibangun membuat nama The Beatles banyak diulas di majalah-majalah setempat.
Wajah-wajah personil The Beatles hadir dalam poster yang tersebar di tiap sudut Liverpool. Berita terkait popularitas The Beatles pun sampai ke telingga Brian Epstein. Epstein yang notabene bekerja menjaga toko kaset milik keluarga tertarik untuk menyaksikan The Beatles.
Kesempatan itu tak disia-siakan. Epstein dingin melihat langsung permainan The Beatles di Cavern Club, Liverpool pada Oktober 1961. Brian terpukau. Ia bukan terpesona dengan musik yang dimainkan. Epstein justru melihat sudut lainnya: karisma anak muda Liverpool.
Epstein tak ragu-ragu menawarkan dirinya sebagai manajer The Beatles. Tiada yang menolaknya. Peran baru Epstein itu nyatanya membawa perubahan besar bagi personel The Beatles. Epstein mulai mengemas The Beatles dengan citra baru. Personel The Beatles tak meragukannya.
Aturan ketat mulai diterapkan. Eksistensi anak muda dengan minuman keras dan narkoba ditinggalkan. Personel The Beatles tak lagi dibiarkan menggunakan celana jin robek atau sepatu bot koboi murahan. Epstein juga memaksa mereka mencukur rambut dengan potongan yang membawa makna anak baik.
The Beatles jadi band murah senyum. Mereka harus menunjukkan pula semangat pemuda yang optimis dan bangga.
“Memang, selera pribadi Epstein adalah pada hal-hal yang eksotis, artistik, dan klasik. Ia menyukai musik klasik dan senang membicarakannya, yang dapat ia lakukan secara mendalam. Ia jauh dari gambaran manajer panggung. Ia mampu memberi ketenaran yang pasti pada the Beatles untuk jadi idaman dan membuat banyak orang iri,” ujar Stanley Reynolds dalam tulisannya di surat kabar The Guardian berjudul Man with a Capacity to Pick Talent, 28 Agustus 1967.
Gerilya Epstein mencari label rekaman berhasil. Label rekaman Parlophone menyatakan niatnya untuk menaungi album pertama the Beatles, Please Please Me (1963). Namun, kehadiran album itu dibayar mahal dengan keinginan label mengganti Pete Best dengan Ringo Starr.
Rangkum sudah anggota The Beatles jadi empat orang: John Lennon, Paul McCartney, George Harrison, dan Ringo Starr. Akan tetapi, banyak orang menyebut The Beatles punya lima personel. Sosok itu Brian Epstein.
Lobi Epstein
Upaya Epstein mencari label rekaman tak mudah. Ia bak menerjang pola pikir orang Inggris yang menganggap penyanyi atau band bagus hanya muncul dari London saja. Pemuda-pemuda Liverpool yang awalnya tak dapat tempat justru mampu mendobrak pasar Inggris.
Epstein membuktikan bahwa The Beatles bisa dijual. Album The Beatles laris manis di pasaran. Konser-konser mereka di Inggris selalu ramai. Gaya serta dandanan personil The Beatles banyak yang mengikuti. Misi Epstein membuat The Beatles populer di Inggris pun berhasil.
Epstein ogah berpuas diri. Ia ingin The Beatles meraih kesuksesan lebih besar. Mereka harus menaklukkan Amerika, kemudian dunia. Epstein pun yakin bahwa The Beatles akan mampu menandingi, bahkan melewati popularitas yang diraih Elvis Presley.
Mulanya omongan itu dianggap bualan. Namun, jalan kesuksesan The Beatles terbuka kala pemilik acara kesohor di AS, Ed Sullivan kebetulan berada di Inggris. Ed menyaksikan sendiri bagaimana antusias rakyat Inggris menyambut The Beatles yang kala baru turun pesawat dari Swedia.
Suatu euforia yang tak mungkin didapatkan oleh band biasa saja. Ed lalu tertarik mengundang The Beatles ke acara The Ed Sullivan Show. Keinginan Ed sampai ke telingga Epstein. Epstein pun segera berangkat ke AS pada 1963.
Ia di sana mencoba melobi. Ia ingin memastikan bahwa The Beatles tak hanya manggung sekali saja, tapi tiga kali. Kepastian itu membuatnya senang. Soal uang yang dibayarkan The Beatles kecil tak jadi soal. Asal The Beatles kesohor.
Kepastian The Beatles manggung di AS jadi modal besar. Epstein pun meminta The Beatles merilis lagu I Want to Hold Your Hand. Label rekaman Capitol Records dimintanya untuk menyebarkan lagu itu ke AS. Ajian itu nyatanya membawa hasil yang siginifikan. Lagu itu jadi buruan dan diputar di seantero AS.
Puncaknya, The Beatles pun mendarat di Bandara John F. Kennedy, New York, 7 Februari 1964, Beatles disambut tiga ribuan penggemar. Lawatan bersejarahnya itu membuat The Beatles terkenal di Amerika. peristiwa itu bahkan dikenal sebagai British Invasion.
“British Invasion dimulai tepat setelah pukul 1:00 siang ketika pesawat mereka mendarat dan menimbulkan kekacauan di Bandara Kennedy. Namun pada kenyataannya, New York telah berada dalam cengkeraman Beatlemania selama beberapa minggu dan kedatangan mereka hanya menegaskan bahwa para idola itu benar-benar hadir di AS,” tegas Hella Pick dalam tulisannya di surat kabar The Guardian berjudul Beatles hysteria hits US, 8 Februari 1964.
The Beatles bak dapat durian runtuh. Penampilan mereka di AS membuat daya jangkau penggemar The Beatles mendunia. Tiada yang tak mengenal The Beatles. Fakta itu membuat John Lennon sampai melontarkan pernyataan kontroversial: The Beatles lebih terkenal dibanding Jesus. Suatu penyataan yang takkan bisa keluar jika tanpa kegeniusan seorang Brian Epstein.
Artikel Rekomendasi
Lifestyle
Pilkada Jakarta 2024, Ancol Berikan Potongan Harga Masuk Rekreasi
Dalam memeriahkan Pilkada Jakarta 2024, Ancol Taman Impian memberikan potongan harga sebesar 40 persen untuk tiket di unit rekreasi.
Putri Ariani Rilis Album Perdana Evolve di Amerika
Penyanyi Putri Ariani resmi merilis album perdananya bertajuk “Evolve”pada Jumat (22/11/2024).
Cepat Habis, Ini Tips Dapat Tiket Kereta Api untuk Libur Nataru
Simak tips yang bisa dilakukan agar bisa mendapat tiket kereta api saat musim libur Nataru.
Deretan Film Indonesia Terbaru Mulai Tayang hingga Akhir November...
Berikut deretan film Indonesia terbaru mulai tayang hingga Akhir November 2024.
Berita Terpopuler
Kusni Kasdut dan Robin Hood: Kisah Kelam Pejuang Kemerdekaan Jadi...
Indonesia juga mengenal orang baik jadi jahat. Kusni Kasdut, namanya. Kusni Kasdut awalnya pejuang kemerdekaan yang berubah jadi penjahat yang paling dicari.
Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah
Tradisi Unik Suku Toraja, Menikah dan Hidup Bersama Jenazah
Sejarah Blok M: Perjalanan Panjang Hadirkan Pusat Nongkrong Anak...
popularitas Blok M sebagai tempat nongkrong anak muda lintas generasi tak dibangun dalam waktu singkat. Ada jejak penjajah Belanda dan Ali Sadikin di dalamnya.
Penyanyi Era 70-an Dina Mariana Meninggal Dunia
Penyanyi era 70-an Dina Mariana meninggal dunia pada Minggu, 3 November 2024. Dina mengembuskan napas terakhir di usia 59 tahun.
Kisah Hidup Pesulap Pak Tarno: Pernah Sukses, Kini Stroke dan Jad...
Kisah hidup pesulap Pak Tarno yang menyedihkan, kini stroke dan jualan mainan anak.